chemistry for peace not for war

hanya DIA yang dapat menghentikan hatiku

Category Archives: spektroskopi

Fotometer Sederhana : Alat Alternatif Pengganti Spektofotometri Sinar Tampak

 

Sebelum membaca artikel ini sebaiknya terlebih dahulu membaca beberapa artikel berikut.

1. Spektrofotometri Sinar Tampak (Visible)

2. Pengertian Dasar Spektrofotometer Vis, UV, UV-Vis

3. Spektrofotometri UV-Vis

4. Spektrofotometri UV (ultraviolet)

Jika terjadi kerusakan link silakan masukan “judul artikel” pada “widget masukan kata kunci” kemudian klik “cari”.

 

Pada artikel kali ini akan dibahas mengenai “Alat Alternatif Pengganti Spektofotometri Sinar Tampak”. Alat alternatif ini dapat digunakan jika spektrofotometer sinar tampak, spektronic atau spektrofotometer UV-VIS tidak tersedia. Hal ini disebabkan alat-alat tersebut sangat mahal sehingga dikembangkan alat alternatif pengganti. Alat Alternatif Pengganti Spektofotometri Sinar Tampak disebut fotometer sederhana dengan memanfaatkan alat-alat yang lebih murah dan penanganan yang relatif lebih mudah dibanding spektronic atau spektrofotometer UV-VIS.

 

Alat-alat yang diperlukan

1. Bor

2. Tabung reaksi

3. Pipa pralon atau pipa PVC ½ inchi beserta tutupannya. Tidak harus ½ inchi bergantung pada ukuran tabung reaksi.

4. Lampu LED

5. CdS atau LDR sebagai detektor cahaya

6. Lakban

7. Multimeter atau avometer atau multitester. Terdiri dari 2 jenis yakni analog dan digital.

8. Baterai dan tempatnya. Lebih baik baterai yang bisa diisi ulang atau baterai rechargeable.

 

 

    Cara Merangkai

    1. Pipa PVC dipotong menggunakan gergaji dengan ukuran 20 cm. Perlu diperhatikan ukuran tidak selalu 20 cm bergantung pada panjang tabung reaksi agar setelah tabung reaksi dimasukan ke dalam pipa PVC masih bisa ditutup.

    2. Membuat 2 buah celah pada PVC membentuk garis, kira 5 cm dari bagian bawah.

    3. Masukan LED dan CdS pada celah yang telah dibuat. Langkah ini dilakukan dengan membuat lubang pada lakban menggunakan tangkai alat tersebut, kemudian direkatkan pada celah yang dibuat tadi. Perhatikan agar tidak ada celah kecil pada langban. Hal ini disebabkan keberadaan sinar lain akan mempengaruhi hambatan yang dikeluarkan pada multimeter. Dimana hambatan akan lebih kecil dari yang seharusnya.

    4. Sambungkan kabel baterai pada tangkai LED sehingga LED akan menyala.

    5. Atur hambatan multimeter dengan cara memutar tombol Zero ohm adjust knobe. Caranya: saklar pemilih diputar pada posisi (ohm), test lead + (merah) dihubungkan dengan test lead – (hitam) kemudian tombol pengatur kedudukan 0 ohm diputar ke kiri atau ke kanan hingga v menunjuk pada kedudukan 0 ohm.

    6. Setelah diatur, sambungkan kabel multimeter pada tangkai CdS.

    7. Setelah tersambung, maka hambatan yang dihasilkan oleh cahaya dari lampu LED akan terbaca pada multimeter.

    8. Pada saat ini alat fotometer sederhana sudah dapat digunakan untuk mengukur konsentrasi suatu zat dalam larutan.

     

    Mengukur Konsentrasi Zat

    Cara mengukur sampel dan larutan standar : larutan standar dan sampel berwarna atau yang telah dijadikan berwarna dengan memberi reagen pewarna dimasukan ke dalam tabung reaksi untuk diukur hambatannya. Tabung reaksi tersebut dimasukan ke dalam pipa PVC yang telah dibuat di atas kemudian baca hambatan yang dihasilkan.

     

     

      Langkah yang perlu dilakukan:

      1. Membuat larutan standar pada berbagai konsentrasi.

      2. Mengukur hambatan masing-masing larutan standar.

      3. Membuat kurva kalibarasi larutan standar dan masukan data-data tersebut ke dalam persamaan regresi linier.

      4. Mengukur hambatan sampel.

      5. Masukan hambatan sampel ke dalam persamaan regresi linier sebagai nilai y, untuk memperoleh nilai x atau konsentrasi sampel yang diukur.

      6. Menghitung konsentrasi zat yang diukur dalam sampel sesuai dengan cara yang di dapat pada spektrofotometer sinar tampak.

       

      Prinsip Kerja Fotometer Sederhana

      · LED merupakan diode semikonduktor yang dapat memancarkan cahaya dengan rentang panjang gelombang yang sempit sehingga cahaya yang dihasilkan dapat dianggap bersifat monokromatis. LED yang digunakan berbeda bergantung pada warna larutan. Misalkan larutaan kuning maka LED yang digunakan harus berwarna biru. Mengapa demikian?. Hal ini disebabkan warna kuning merupakan warna komplementer dari warna biru.

      Untuk memperjelas hal ini baca Spektrofotometri Sinar Tampak (Visible) dan prinsip kerja LED dan CdS silakan baca : semikonduktor dan kegunaan semikonduktor.

      · CdS merupakan detektor cahaya yang sangat peka terhadap perubahan intensitas cahaya yang mengenai permukaannya. Prinsip kerja fotosel CdS sebagai detektor adalah perubahan nilai resistansi atau hambatan fotosel berbanding terbalik dengan intensitas cahaya yang mengenai permukaannya. Jika dihubungkan dengan multimeter atau avometer CdS menjadi konduktor yang buruk atau CdS memiliki resistansi atau hambatan besar pada saat cahaya gelap atau redup, dan sebaliknya CdS menjadi konduktor yang baik atau CdS memiliki resistansi kecil pada saat cahaya terang.

      Seperti yang diketahui bahwa suatu zat berwarna, karena zat terssebut menyerap radiasi elektromagnetik. Oleh sebab itu jika zat dengan konsentrasi tertentu dimasukan ke dalam tabung reaksi kemudian disinari dengan LED maka sebagian sinar diserap dan sebagian lagi diteruskan.

      Oleh sebab itu jika konsentrasi zat tinggi, cahaya yang diserap makin banyak dan cahaya yang diteruskan makin sedikit, sehingga hambatan yang dihasilkan makin besar. Begitupun sebaliknya (perhatikan prinsip kerja CdS).

      Pada dasarnya prinsip kerja fotometer yang dikembangkan dan spektrofotometri sinar tampak sebagai metode pembanding, mempunyai kesamaan yaitu pengukuran penyerapan cahaya oleh suatu larutan berwarna pada rentang panjang gelombang sinar tampak, namun terdapat beberapa perbedaan yang mendasar yang dapat dilihat pada tabel.

      Jenis Perbedaan

      Fotometer

      Spektrofotometer

      sumber cahaya

      LED

      tungstem

      sumber arus atau energi

      baterai

      listrik

      monokromator

      tidak ada

      Ada

      read out

      berupa hambatan (Ω)

      berupa absorbansi (A)

      tempat sampel

      tabung reaksi

      kuvet

      !!..artikel ini belum begitu bagus, karena foto pembuatan alat belum disertakan…!!!!!

       

       

      JIKA TEMAN-TEMAN TERTARIK UNTUK MENCOBANYA, SILAKAN TINGGALKAN KOMENTAR ANDA DISINI..!!!

      UNTUK TEMAN-TEMAN DI MALANG ATAUPUN SEKITARNYA, JIKA TERTARIK BISA LANGSUNG DATANG KE ASRAMA PEMILIK BLOG INI UNTUK DIKERJAKAN SECARA BERSAMA..!! GAMPANG KOK CARA MERANGKAI DAN PENGGUNAANNYA…!!!!

      TEMAN-TEMANKU DI ATAMBUA KAB.BELU,, SAAT INI BELUM BISA BALIK KE SANA,, NANTI KALAU KULIANYA SUDAH SELESAI PASTI KEMBALI LAGI KE SANA…!!! YANG SABAR YA…!!!!

      Pinsip Dasar Spektroskopi NMR

        Catatan : Artikel ini merupakan dasar untuk spektroskopi NMR dan belum begitu lengkap. Oleh sebab itu diharapkan teman-teman dapat melengkapi dari sumber-sumber lain yang relevan. 1H-NMR dan 13C-NMR dalam waktu dekat belum bisa diposting mengingat keterbatasan sumber dan kesibukan pemilik blog…!!! Jika ada bagian yang belum di mengerti silakan tinggalakn pesan dikotak komentar..!!!

         

         

        Instrumen NMR seperti pada Gambar.

        NMR

        Sesuai namanya NMR (nuklear magnetic resonance, resonansi magnetik inti), spektroskopi NMR berhubungan dengan karakter inti dari suatu atom dalam suatu molekul yang dianalisis. Pada dasarnya spektrometri NMR merupakan bentuk lain dari spektroskopi absorbsi sama halnya dengan UV-VIS dan IR. Perbedaan dengan IR dan UV-VIS adalah

        1. Sistem absorbsi dibawah pengaruh medan magnet dan hal ini tidak ada pada UV-VIS dan IR.

        2. Pada NMR energi radiasi elektromagnetik pada daerah frekuensi radio.

             

            Spekktroskopi NMR sangat penting artinya dalam analisis kualitatif, khususnya dalam penentuan struktur molekul zat organik. Lebih tepatnya letak suatu atom dalam molekulnya.

            Seperti yang diketahui semua inti atom bermuatan karena mengandung proton dan juga mempunyai spin inti. Sifat inti atom dan karakter spinnya menyebabkan beberapa inti bersifat magnet.

            Perputaran elektron pada porosnya (spin) menyebabkan dihasilkan momen dipol magnet. Perilaku dipol magnetik ini dicirikan oleh bilangan kuantum spin inti megnet yang dinyatakan atau diberi simbol I.

            Apabila inti diletakan pada suatu medan magnet (medan magnet eksternal) maka akan terjadi interaksi inti dengan magnet ekternal tersebut. Interaksinya tergantung pada jenis inti yang berinteraksi. Berikut merupakan kriteria penggunaaan medan magnet pada spektroskopi NMR:

            1. Medan magnet harus kuat. Karena kepekaan spektroskopi NMR makin tinggi seiring meningkatnya kekuatan medan magnet.

            2. Medan magnet harus cukup homogen terhadap semua sampel yang dianalisis. Apabila tidak terjadi kemogenan medan magnet akan menghasilkan pita-pita yang melebar dan terjadi distorsi sinyal.

            3. Medan magnet harus sangat stabil. Dengan kestabilan yang tinggi menjadikan analisis secara akurat dari detik ke detik bahkan hingga orde jam.

                 

                Seperti yang telah disinggung bahwa berhubungan dengan karakter inti dari suatu atom dalam suatu molekul, oleh sebab itu spektroskopi NMR digunakan untuk mendeteksi berbagai jenis inti sesuai dengan sifat khas inti, misalnya 1H, 13C, 19F dan 31P.

                Karakter jenis inti yang dapat dideteksi menggunakan spkektroskopi NMR yaitu jenis kategori inti yang dalam kaitannya dengan bilangan kuantum spin inti, yakni:

                • Kategori I, yakni inti dengan I = 0. Inti dalam kategori ini tidak berinteraksi dengan medan magnet yang diterapkan pada NMR (medan magnet eksternal) sehingga disebut tidak ada kromofor NMR atau tidak aktif NMR. Inti dengan I = 0 adalah atom-atom dengan jumlah proton genap dan jumlah netron yang genap pula. Inti dengan I = 0 misalnya 12C, 16O dan 32S. Walaupun tidak dapat dicermati namun ketiga atom tersebut terdapat isotop yang dapat di deteksi.

                • Kategori 2 yakni inti dengan I = ½. Inti ini memiliki nomor massa ganjil sehingga mempunyai momen magnet tidak sama dengan nol. Hal inilah yang meneyebabkan inti dapat berinteraksi dengan medan magnet eksternal, oleh sebab itu disebut ada kromofor NMR. Inti dengan kategori ini misalnya 1H. 13C, 19F.

                • Kategori 3 yakni inti dengan proton dan netron ganjil. Inti ini memiliki I = 1, 2 atau lebih tinggi. Yang tergolong kategori ini adalah 2H, 14N, 10B. Isotop-isotop ini lebih sukar diamati dan pola spektranya melebar.

                   

                   

                  Geseran Kimia Dalam Spektroskopi NMR

                  Dalam spektroskopi NMR setiap jenis inti yang memiliki sifat yang khas dinyatakan dengan istilah geseran kimia (chemical shift) dan kopling spin-spin (Spin-spin coupling). Kedua besaran atau fenomena ini merefleksikan lingkungan kimia spin inti yang diamati dalam eksperimen NMR dan ini dapat dipandang sebagai efek kimia dalam spektroskopi NMR.

                  Frekuensi resonansi yang dialami inti bergantung pada besarnya kuat medan magnet yang diterapkan. Jadi frekuensi resonansi sebanding dengan medan magnet yang dialami oleh inti yang diamati. Makin besar spektrometer NMR, maka perpisahan antar puncak resonansi pada spektrum NMR makin besar dan kondisi demikian dikenal dengan NMR resolusi tinggi.

                  Geseran kimia inti yang terbaca dalam spektrometer NMR sebagai ppm (part per million) dan dilambangkan δ. Perlu diperhatikan bahwa ppm disini tidak sama dengan ppm konsentrasi. Nilai ppm tergantung pada frekuensi alat yang di gunakan yang ditulis denga persamaan berikut.

                  ppm = Δv/v x 106

                  dengan

                            ppm = geseran kimia inti senyawa

                           Δv = frekuensi sampel – 0 (frekuensi senyawa pembanding biasanya nol)

                            v = frekuensi yang dipasang atau digunakan

                   

                  Senyawa Pembanding dalam NMR

                  Dalam mempelajari NMR digunakan suatu senyawa sebagai pembanding. Suatu senyawa pembanding yang biasa di gunakan adalah tetrametilsilana, (CH3)4Si atau yang disingkat TMS. Struktur TMS diberikan pada Gambar.

                  clip_image002

                  TMS biasanya langsung ditambahkan ke dalam larutan sampel yang akan diuji. TMS digunakan sebagai pembanding karena memiliki beberapa keunggulan antara lain:

                  1. Bersifat inert.

                  2. Tingkat simetri yang tinggi, dalam hal ini semua atom H dan C berada pada lingkungan kimia yang sama sehingga memberikan puncak absorbsi tunggal karena semua atom H dan C ekivalen.

                  3. Volatil, memiliki titik didih 27°C.

                  4. Nonpolar sehingga mudah larut dalam pelarut organik.

                  5. Geseran kimia TMS tidak dipengaruhi oleh kekompleksan pelarut atau tidak dipengaruhi pelarut karena tidak mengandung gugus-gugus polar.

                   

                  Selain TMS terdapat pula beberapa senyawa pembanding lain yaitu Na-2,2-dimetil-2-silapentana-5-sulfonat (DSS) dan Na-2,2,3,3-tetradeuterio-4-4-dimetil-4silapentanoat (TSP-d4). Struktur kedua senyawa tersebut sebagai berikut.

                  clip_image004

                   

                  Spektrometer dan penanganan Sampel

                  Spektrometer NMR adalah alat atau instrumen untuk mengukur resosnansi magnetik inti. Intrumen ini menghasilkan medan magnet pada tingkat energi gelombang radio dan digunakan untuk mendeteksi radiasi yang dipancarkan pleh suatu inti. Kualitas spektrometer NMR tergantung pada dua hal yakni:

                  1. Kekuatan dan kehomogenan medan magnet yang digunakan.

                  2. Kestabilan kekuatan medan magnet selama digunakan.

                   

                  Sampel atau cuplikan yang akan dianalisa dipreparasi dalam bentuk larutan. Larutan yang akan dianalisa menggunakan NMR memiliki beberapa kriteri sebagai berikut:

                  1. Spektrometer NMR 60 MHz. Masa sampel ±5-10 mg dalam ±0,4 mL pada tabung gelas dengan diameter 5 mm dan kedalaman tabung 35 mm. Sedangkan untuk spektrometer NMR 500 MHz diperlukan jumlah cuplikan < 1 mg (mikrogram) dalam tabung mikro pula.

                  2. Kualitas hasil sprktrum yang dihasilkan tergantung pada.

                  • Kemurnian cuplikan

                  • Kebersihan tabung

                  • Kemurnian pelarut

                  3. Tabung untuk cuplikan di buat dari gelas sangat tipis, mudah pecah dan sangat rapus terutama pada saat dibuka tutupnya.

                  4. Jika tabung yang digunakan tidak dipecahkan (mungkin disebabkan jumlah sampel yang sedikit dan harganya relatif mahal) maka segera dicuci dengan aseton atau dikloroetana bila telah selesai digunakan, dikeringkan dengan blower dalam udara bersih atau nitrogen dengan menggunakan pelat tipis dari logam selanjutnya dijaga dan disimpan pada tempat yang aman. Pengeringan tabung menggunakan oven atau dengan cara pemanasan sangat tidak dianjurkan.

                   

                  Pelarut yang digunakan untuk mempreparasi sampel memiliki beberapa kriteria, yakni:

                  1. Tidak mengandung inti yang akan dideteksi atau diamati. Misalnya untuk 1H-NMR pelarutnya tidak boleh mengandung hidrogen-1 sedangkan untuk 13C-NMR pelarutnya tidak boleh mengandung 13-C.

                  2. Bersifat iner,

                  3. Nopolar

                  4. Titik didih rendah.

                  5. Tidak mahal.

                   

                  Dari semua sifat di atas, CCl4 merupakan pelarut yang ideal yang hampir memenuhi semua persyaratan, tetapi pelarut ini sangat nonpolar sehingga mempunyai kapsitas pelarutan yang relatif rendah. Misalnya tidak dapat melarutkan senyawa-senyawa yang bersifat polar. Karena hal-hal tersebut maka terdapat beberapa pelarut yang sering digunakan pada spektrometer NMR yakni pelarut yang telah terdeuterasi, misalnya

                  · Deuterokloroform (CDCl3)

                  · Heksadeterobenzena (C6D6)

                  · Aseton-d6 (CD3COCD3)

                   

                  Spektra atau Spektrum NMR

                  Geseran kimia yang menunjukan terjadinya resonansi spin inti dalam lingkungan kimia yang berbeda pada suatu molekul digambarkan atau ditunjukan dalam bentuk grafik. Grafik NMR menggambarkan nilai δ (geseran kimia) dari setiap inti tertentu dalam lingkungan kimia yang tertentu pula.

                  Berdasarkan perjanjian atau yang telah ditetapkan pada ujung kanan memiliki geseran kimia sama dengan nol (0) merupakan inti yang memiliki atau memerlukan frekuensi kuat medan magnet besar (biasanya disebut juga kuat medan atas), sedangkan pada ujung kiri merupakan inti yang memiliki atau memerlukan frekuensi kuat medan magnet yang kecil (biasanya disebut juga kuat medan bawah). Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut.

                  clip_image006

                   

                  Inti Terlindungi Dan Kurang Terlindungi

                  setiap inti dilindungi atau dilingkupi oleh elektron-elektron yang megelilininya. Akibatnya setiap inti akan mengalami atau menerima pengaruh medan magnet eksternal atau medan magnet alat yang berbeda pula dan hal ini bergantung pada beberapa efek keterlindungan ini. Karena hal inilah inti-inti yang berbeda keterlindungannya akan mempunyai geseran kimia yang berbeda pada spektrum NMR-nya.

                  Hal ini memberikan magna bahwa, jumlah sinyal dalam spektrum NMR menunjukan banyaknya inti dengan lingkungan kimia yang berbeda dari molekul yang dianalisis. Inti yang efek keterlindungan tinggi (inti makin terlindung) maka inti akan beresonansi pada kuat medan magnet yang tinggi sehingga mempunyai geseran kimia (δ) yang rendah dibanding senyawa standar (TMS). Sebaliknya inti yang memiliki efek keterlindungan rendah (inti semakin tidak terlindung) maka inti akan beresonansi pada kuat medan magnet yang rendah sehingga mempunyai geseran kimia (δ) yang tinggi dibanding senyawa pembanding (TMS).

                   

                  Dari penjelasan ini dapat digambarkan sebagai berikut.

                  clip_image008

                   

                  Secara umum inti-inti yang mengalami geseran diamagnetik dan paramagnetik dijelaskan sebagai berikut.

                  1. Distribusi awan elektron disekita inti. Distribusi awan elektron disekita inti sangat menentukan derajat keterlindungan inti. Makin besar kerapan distribusi awan elektron disekita inti makin besar dan makin efektif derajat keterlindungan dan menyebabkan inti harus beresonansi pada kuat medan magnet tinggi (medan magnet atas) dan mempunyai geseran kimia yang kecil atau semakin mendekati TMS = 0. Hal ini tentu berlaku juga untuk kondisi yang sebaliknya.

                  2. Gugus atau substituen penarik elektron. Gugus-gugus atau substituen penarik elektron seperti –OH, -OR, -OCOOH, -OCOR, -NO2, -halogen, yang terikat pada rantai alifatik menyebabkan derajat keterlindungan inti dan merubah geseran kimia ke arah medan rendah.

                  3. Karakter aniostropik magnetik. Contoh sirkulasi elektron dalam cincin bensena. Pengaruh anisotropik terhadap keterlindungan inti ini bekerja pada senyawa-senyawa aromatik, karbonil dan alkuna. Pengaruh karakter ini menyebabbkan inti semakin terlindung dan menggeser nilai geseran kimia pada kuat medan bawah atau kuat medan rendah. Nilai geseran kimia dalam ppm semakin besar dibanding TMS.

                  4. Karakter hibridisasi atom karbon dalam molekul. Perbedaan jenis atom karbon, yakni sp3, sp2, atau sp mempengaruhi derajat keterlindungan inti dalam spektroskopi NMR. Distribusi awan elektron pada atom karbon sp3 lebih rendah daripada sp2, dan lebih rendah dibanding sp akibatnya nilai geseran kimia sp3<sp2<sp dibanding senyawa pembanding (TMS).

                   

                   

                  Jenis Spektroskopi yang lain :

                  1. Spektrofotometri UV (ultraviolet)

                  2. Spektrofotometri UV-Vis

                  3. Pengertian Dasar Spektrofotometer Vis, UV, UV-Vis

                  4. Spektrofotometri Sinar Tampak (Visible)

                  Spektrofotometri UV (ultraviolet)

                  Spektrofotometri UV merupakan salah satu metode analisis yang dilakukan dengan pangjang gelombang 100-400 nm atau 595–299 kJ/mol. Sinar ultraviolet atau sinar ungu terbagi menjadi dua jenis yaitu

                  · Ultraviolet jauh

                  · Ultaviolet dekat

                  Ultraviolet jauh memiliki rentang panjang gelombang ± 10 – 200 nm, sedangkan ultraviolet dekat memiliki rentang panjang gelombang ± 200-400 nm. Cahaya UV tidak bisa dilihat oleh manusia, namun beberapa hewan, termasuk burung, reptil dan serangga seperti lebah dapat melihat sinar pada panjang gelombang UV.

                  Pada spektrofotometer UV biasanya menggunakan lampu deuterium atau disebut juga heavi hidrogen sebagai sumber cahaya. Deuterium merupakan salah satu isotop hidrogen yang memiliki 1 proton dan 1 neutron pada intinya. Deuterium berbeda dengan hidrogen yang hanya memiliki 1 neutron tanpa proton. Air yang atom hidrogennya merupakan isotop deuterium dinamakan air berat (D2O).

                  Air berat digunakan sebagai moderator neutron dan pendingin pada reaktor nuklir. Deuterium juga berpotensi sebagai bahan bakar fusi nuklir komersial. Perlu diketahui air berat yang dibekukan (es) dapat tenggelam dalam air karena massa jenisnya lebih besar dari massa jenis air. Hal ini, tentu berbeda dengan es yang dibuat dari air (H2O) yang mengapung bila dimasukan dalam air karena massa jenisnya lebih kecil dari air.

                  Zat yang dapat dianalisis menggunakan spektrofotometri UV adalah zat dalam bentuk larutan dan zat tersebut tidak tampak berwarna. Jika zat tersebut berwarna maka perlu direaksikan dengan reagen tertentu sehingga dihasilkan suatu larutan tidak berwarna. Namun biasanya zat yang berwarna lebih banyak dianalisis menggunakan spektrofotometri sinar tampak.

                  Senyawa-senyawa organik sebagian besar tidak tidak berwarna sehingga spektrofotometer UV lebih banyak digunakan dalam analisis senyawa organik khususnya dalam penentuan struktur senyawa organik.

                  Larutan-larutan tidak berwarna yang dianalisis menggunakan spektrofotometer UV tidak boleh ada partikel koloid ataupun suspensi. Karena adanya partikel-partikel koloid ataupun suspensi akan memperbesar absorbansi, akibatnya bila dihubungkan dengan rumus yang diturunkan dari hukum Lambaert-Beer konsentrasi zat yang dianalisis makin besar dan apabila digunakan untuk penentuan struktur suatu senyawa maka pita pada spektrum akan melebar dari yang sesungguhnya.

                  Analisis menggunakan sinar ultraviolet biasanya dilakukan menggunakan ultraviolet dekat, sedangkan analisis menggunakan ultraviolet jauh maka instrumen yang digunakan harus dalam keadaan vakum.

                  Hal ini disebabkan jika digunakan ultraviolet jauh maka udara akan ikut menyerap panjang gelombang yang digunakan. Akbatnya kesalahan yang dilakukan makin fatal, karena jika udara ikut menyerap maka absorbansi yang dihasilkan akan makin besar, jika hal ini dihubungkan dengan hukum Lamber-Beer maka konsentrasi zat yang dianalisis lebih tinggi dari yang seharusnya.

                  Perhitungan konsentrasi suatu spesi yang ada dalam suatu larutan dapat dilakukan dengan cara kurva kalibarasi seperti yang telah dijelaskan di Spektrofotometri sinar tampak (Visible).

                   

                  Penggunaan UV Untuk Penentuan Struktur Molekul

                  Penggunaan UV untuk analisis senyawa organik (penentuan struktur senyawa organik) terdapat beberapa istilah yang biasa digunakan yaitu:

                  1) Kromofor. Kromofor berasal dari bahasa latin yang artinya “chromophorus” yang berarti pembawa warna. Pada mulanya pengertian kromofor digunakan untuk sistem yang menyebabkan terjadinya warna pada suatu senyawa. Kemudian diperluas menjadi suatu gugus fungsi yang mengabsorbsi radiasi elektromagnetik, termasuk yang tidak memberikan warna. Jadi kromofor adalah gugus fungsi yang menyerap atau mengabsorbsi radiasi elektromagnetik di daerah panjang gelombang ultraviolet dan daerah cahaya tampak. Contoh kromofor: C=O, C=C, N=N dan NO2.

                  2) Auksokrom (Auxochrom = auxiliary chromophores), yakni gugus yang berpengaruh (namun sedikit) terhadap absorpsi UV, tetapi berdampak cukup signifikan pada absorbansinya (lmaks dan e ). Contoh gugus auksokrom adalah : –OH, –OR, dan –NHR. Secara umum gugus-gugus auksokrom dicirikan oleh adanya pasangan elektron bebas yang terdapat pada gugus yang bersangkutan.

                  3) Geseran batokromat atau geseran batokromik (Bathochromic shift) atau geseran merah, yakni geseran atau perubahan lmaks ke arah yang lebih besar. Penyebab terjadinya peristiwa ini adalah adanya perubahan struktur, misalnya adanya auksokrom atau adanya pergantian pelarut.

                  4) Geseran hipsokromat (Hypsochromic shift) atau pergeseran hipokromik atau pergeseran biru, yakni geseran atau perubahan lmaks ke arah yang lebih kecil. Munculnya gejala ini juga sering disebabkan oleh adanya penghilangan auksokrom atau oleh adanya pergantian pelarut.

                  dari penjelasan-penjelasan dapat disimpulkan, suatu auksokrom dan pergantian pelarut dapat menimbulkan geseran batokromat dan hipsokromat

                  Transisi Elektronik

                  Energi yang dimiliki sinar UV mampu menyebabkan perpindahan elektron (promosi elektron) atau yang disebut transisi elektronik. Transisi elektronik dapat diartikan sebagai perpindahan elektron dari satu orbital ke orbital yang lain.

                  Disebut transisi elektronik karena elektron yang menempati satu orbital dengan energi terendah dapat berpindah ke orbital lain yang memiliki energi lebih tinggi jika menyerap energi, begitupun sebaliknya elektron dapatberpindah dari orbital yang memiliki energi lebih rendah jika melepaskan energi. Energi yang diterima atau diserap berupa radiasi elektromagnetik.

                  Berdasarkan mekanika kuantum transisi elektronik yang dibolehkan atau tidak dibolehkan (terlarang) disebut kaidah seleksi. Berdasarkan kaidah seleksi, suatu transisi elektronik termasuk:

                  1. Transisi diperbolehkan bila nilai ε sebesar 103 sampai 106.

                  2. Transisi terlarang bila nilai ε sebesar 10-3 sampai 103.

                   

                  Selain dengan melihat harga ε kaidah seleksi dapat dapat dinyatakan dengan simetri dan spin. Berdasarkan simetri dan spin suatu transisi elektronik diperbolehkan bila:

                  1. Berlangsung antara orbital-orbital dalam bidang yang sama.

                  2. Selama transisi orientasi spin harus tetap.

                   

                  Dalam satu molekul terdapat dua jenis orbital yakni Orbital Ikatan (bonding orbital) dan Orbital Anti-ikatan (antibonding orbital). Orbital ikatan di bagi menjadi beberapa jenis yakni orbital ikatan sigma (σ, = ikatan tunggal) dan orbital phi (π, = ikatan rangkap), sedangkan orbital nonikatan berupa elektron bebas yang biasanya dilambangkan dengan n. Orbital nonikatan umumnya terdapat pada molekul-molekul yang mengandung atom nitrogen, oksigen, sulfur dan halogen.

                  Orbital ikatan sigam (σ) dan orbital phi (π) terbentuk karena terjadinya tumpang tindih dua orbital atom atau orbital-orbital hibrida. Dari dua orbital atom dapat dibentuk dua orbital molekul yakni orbital ikatan dan orbital anti ikatan.

                  Dengan demikian jika suatu molekul mempunyai orbital ikatan maka molekul tersebut mempunyai orbital anti ikatan. Orbital anti-ikatan biasanya diberi notasi atau tanda asterisk atau bintang (*) pada setiap orbital yang sesuai. Orbital ikatan α orbital anti-ikatannya adalah α*, sedangkan orbital ikatan π orbital anti-ikatannya adalah π*.

                  Transisi elektronik atau perpindahan elektron dapat terjadi dari orbital ikatan ke orbital anti-ikatan atau dari orbital non-ikatan (nonbonding orbital) ke orbital anti-ikatan. Terjadinya transisi elektronik atau promosi elektron dari orbital ikatan ke orbital antiikatan tidak menyebabkan terjadinya disosiasi atau pemutusan ikatan, karena transisi elektronik terjadi dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi dari pada vibrasi inti.

                  Pada transisi elektronik inti-inti atom dapat dianggap berada pada posisi yang tepat. Hal ini dikenal dengan prinsip Franck-Condon. Disamping itu dalam proses transisi ini tidak semua elektron ikatan terpromosikan ke orbital antiikatan.

                  Berdasarkan jenis orbital tersebut maka, jenis-jenis transisi elektronik dibedakan menjadi empat macam, yakni:

                  1) Transisi σ → σ*

                  2) Transisi π → π*

                  3) Transisi n → π*

                  4) Transisi n → σ*

                   

                  Keterangan

                  · σ : senyawa-senyawa yang memiliki ikatan tunggal

                  · π : senyawa-senyawa yang memiliki ikatan rangkap

                  · n menyatakan orbital non-ikatan: untuk senyawa-senyawa yang memiliki elektron bebas.

                  · σ* dan π* merupakan orbital yang kosong (tanpa elektron), orbital ini akan terisi elektron ketika telah atau bila terjadi eksitasi elektron atau perpindahan elektron atau promosi elektron dari orbital ikatan.

                   

                  Energi yang diperlukan untuk menyebabkan terjadinya transisi berbeda antara transisi satu dengan transisi yang lain. Transisi σ ke σ* memerlukan energi paling besar, sedangkan energi terkecil diperlukan untuk transisi dari n ke π.

                  Untuk memberikan gambaran dan memudahkan pemahaman tentang jenis transisi beserta perbandingan energi yang diperlukan dapat dilihat pada gambar berikut:

                  transisi elektronik

                   

                  Pada gambar di atas transisi dari σ ke π* sebenarnya tidak ada. Transisi demikian dapat pula terjadi tapi sangat kecil sehingga tidak dapat diamati pada spektrum atau spektra. Karena bertolak belakang dengan kaidah seleksi.

                  Pada setiap jenis transisi elektronik yang terjadi, terdapat karakter dan melibatkan energi yang berbeda. Suatu kromofor dengan pasangan elektron bebas (n) dapat menjalani transisi dari orbital non-ikatan (n) ke orbital anti-ikatan, baik pada obital sigma bintang (α*) maupun phi bintang(π*). Sedangkan, kromofor dengan elektron ikatan rangap (menghuni orbital phi) akan menjalani transisi dari orbital π ke orbital π*. Demikian seterusnya untuk jenis transisi yang lain.

                  Dalam penentuan struktur molekul, tansisi σ → σ* tidak begitu penting karena puncak absorbsi berada pada daerah ultraviolet vakum yang berarti tidak terukur oleh peralatan atau instrumen pada umumnya.

                  Walaupun transisi π→π* pada ikatan ganda terisolasi mempunyai puncak absorbsi di daerah UV vakum tetapi transisi π→π* tergantung pada konjugasi ikatan ganda dengan suatu gugus fungsi substituen. Akibatnya transisi π→π* pada ikatan ganda terkonjugasi mempunyai puncak absorbsi pada daerah ultraviolet dekat, dengan panjang gelombang lebih besar dari 200 nm. Dengan demikian transisi yang penting dalam penentuan struktur molekul adalah transisi π→π* serta beberapa transisi n→π* dan n→σ*.

                  Anaslisis menggunakan spektrofotometer UV, senyawa-senyawa dengan kromofor yang sama, misalnya sama-sama ada ikatan rangkap atau ada elektron bebas, maka akan memberikan spektrum yang sama atau hampir sama walaupun strkturnya molekulnya berbeda. Contoh dapat di lihat pada Gambar berikut.

                  Pola pita absorpsi UV untuk dua senyawa dengan kromofor yang sama

                  Pola pita absorpsi UV untuk dua senyawa dengan kromofor yang sama

                   

                  Pengaruh ikatan konjugasi pada lmaks

                  Sesuai dengan uraian tentang transisi π→π* pengaruh adanya ikatan konjugasi pada suatu struktur yang mempunyai ikatan π adalah menggesar lmaks ke nilai yang lebih besar atau pergeseran batokromat.

                  Hal ini dapat dilihat pada lmaks etana dan beberapa poliena pada tabel:

                  senyawa

                  lmaks (nm)

                  Etena

                  1,3-butadiena

                  1,3,5-heksatriena

                  1,3,5,7-oktatriena

                  165

                  217

                  251

                  304

                  Perpanjangan ikatan rangkap tekonjugasi menggeser λmaks ke arah makin besar karena makin mudah menjalani terjadinya transisi π→π* sehingga transisi ini hanya memerlukan energi yang kecil (panjang gelombang besar). Terjadinya pergeseran lmaks karena orbital π masing-masing ikatan π berinteraksi membentuk seperangkat orbital ikatan dan anti ikatan yang baru. Orbital-orbital baru tersebut mempunyai tingkat energi yang berbeda dengan orbital dalam ikatan ganda yang terisolasi.

                  Diagram skematik perbedaan pola transisi π→ π*pada satu ikatan rangkap C=C dan ikatan rangkap C=C terkonjugasi ditunjukan pada Gambar berikut.

                  Pola transisi elektronik suatu diena dan diena terkonjugasi

                  Gambar Pola transisi elektronik suatu diena dan diena terkonjugasi

                   

                  Bila sistem konjugasi semakin panjang atau jumlah ikatan rangkap terkonjugasi semakin banyak maka perbedaan energi antara keadaan dasar dengan keadaan tereksitasi yang melibatkan transisi π→π* akan semakin kecil. Dengan demikian sistem konjugasi bertambah panjang maka energi yang diperlukan untuk transisi π→π* semakin kecil, sehingga puncak absorbsi akan terjadi pada panjang gelombang yang semakin besar.

                  Konjugasi yang cukup panjang dapat menggeser puncak absorbsi sampai ke panjang gelombang pada daerah sinar tampak sehingga suatu senyawa menjadi berwarna. Sebagai contoh likopena yang menyebabkan tomat berwarna merah. Dalam struktur likopena mempunyai sebelas ikatan rangkap terkonjugasi dengan lmaks 505 nm. Struktur likopena dapar dilihat pada Gambar.

                  lycopene_01

                  Gambar Struktur Likopena, zat pemberi warna merah pada beberapa sayuran dan buah-buahan seperti tomat

                   

                  Perlu ditekankan, makin panjang konjugasi makin tidak “aktif” daerah UV, tetapi makin aktif pada daerah Visible. Misalnya, untuk delapan atau lebih ikatan rangkap terkonjugasi, maka absorpsi maksimum pada poliena yang demikian mengabsorpsi secara kuat di daerah spektrum visible.

                  Selain dengan perpanjangan sistem ikatan π, adanya substituen tertentu yang juga dapat menggeser lmaks ke panjang gelombang yang lebih besar atau menyebabkan geseran batokromat. Substituen tersebut dapat berupa gugus atau atom, misalnya gugus metil atau atom halogen. Khusus untuk konjugasi oleh metil dikenal sebagai hiperkonjugasi.

                   

                  Pengaruh pelarut pada lmaks

                  Suatu senyawa yang diukur atau akan ditentukan strukturnya biasanya dalam bentuk encer. Pelarut yang biasa digunakan pada spektrofotometer UV adalah pelarut yang tidak mengabsorbsi atau transparan pada panjang gelombang UV.

                  Pelarut yang biasa digunakan pada spektrofotometer adalah etanol karena sifatnya yang transparan terhadap UV di atas 210 nm. Selain itu heksana (transparan di atas 210 nm), air (transparan di atas 205) dan dioksana juga sering digunakan sebagai pelarut pada spektrofotometer UV.

                  Air dan etanol termasuk pelarut polar sehingga dapat melarutkan senyawa-senyawa yang bersifat polar sedangkan heksana termasuk pelarut nonpolar sehingga dapat melarutkan senyawa-senyawa yang bersifat nonpolar, sesuai prinsip “Like Dissolve Like“.

                  Penggunaan pelarut dengan kepolaran yang berbeda menyebabkan posisi puncak absorbsi suatu senyawa bergeser. Dengan kata lain kepolaran pelarut berpengaruh pada lmaks suatu senyawa.

                  Kepolaran pelarut mempengaruhi λmaks karena kepolaran molekul biasanya berubah jika suatu elektron bergerak dari satu orbital ke orbital lainnya. Pengaruh pelarut biasanya mencapai hingga 20 nm jika digunakan pelarut senyawa-senyawa karbonil.

                  Pada umumnya transisi π→π* menghasilkan keadaan tereksitasi yang lebih polar dari keadaan dasar molekul itu. Interaksi dipol-dipol antara molekul dalam keadaan tereksitasi dengan molekul-molekul pelarut yang polar, menyebabkan tingkat energi molekul dalam keadaan tereksitasi menjadi turun.

                  Akibatnya transisi π→π* suatu molekul dalam pelarut polar memerlukan energi yang lebih kecil dari transisi π→π* molekul itu dalam pelarut nonpolar. Pergantian pelarut heksana dengan etanol menggeser lmaks suatu senyawa ke nilai yang lebih besar dengan pergeseran sebesar 10–20 nm.

                  Untuk membantu memahami bagaimana suatu pelarut polar dapat menstabilkan suatu keadaan tereksitasi, dapat diambil contoh di sini adalah transisi π→π* dalam alkena. Pernyataan spesies pada keadaan dasar dan keadaan tereksitasi dengan konsep sederhana melalui struktur resonansinya sehingga membentuk spesies dipolar (lihat Gambar). Kondisi struktur sebenarnya pada Gambar bukan sebagai keadaan tereksitasi tetapi memberikan kontribusi untuk suatu struktur keadaan tereksitasi.

                  Struktur resonansi keadaan dasar dan eksitasi

                  Gambar Struktur resonansi keadaan dasar dan eksitasi untuk alkena

                   

                  Transisi n→π*, pada keton menunjukan pengaruh yang berlawanan. Molekul-molekul pelarut yang mampu mengadakan ikatan hidrogen berinteraksi lebih kuat dengan molekul pada keadaan dasar daripada dengan molekul pada keadaan tereksitasi.

                  Transisi n→π* molekul keton dalam pelarut air atau etanol (dalam pelarut polar) terjadi geseran biru (geseran hipsokromat) atau transisi dalan kedua pelarut polar tersebut memerlukan energi yang lebih besar (panjang gelombang lebih kecil) daripada transisi n→π* molekul keton dalam pelarut heksana.

                  Hal ini disebabkan oleh adanya ikatan hidrogen antara molekul air atau etanol dengan molekul keton pada keadaan dasar. Akibatnya transisi n→π* molekul keton dalam pelarut air atau etanol memerlukan energi yang lebih besar (lmaks yang lebih kecil).

                   

                  Artikel Yang Disarankan :

                  1. Pengertian Dasar Spektrofotometer Vis, UV, UV-Vis

                  2. Spektrofotometri sinar tampak (Visible)

                  3. Spektrofotometri UV-Vis

                  4. Cara Membuat Perangkap Nyamuk Sederhana

                  5. TEORI VSEPR DAN GEOMETRI MOLEKUL

                  6. ikatan kovalen polar dan nonpolar VS molekul polar dan nonpolar

                   

                   

                   

                  Spektrofotometri UV-Vis

                  UV-VIS-Spektrofotometer

                  Gambar Spektrofotometer UV-VIS

                   

                  Sesuai dengan namanya spektrofotometer UV-Vis merupakan gabungan antara spektrofotometer UV dan Visible. Pada spektrofotometer UV-Vis menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda yakni sumber cahaya UV dan sumber cahaya visible.

                  Spektrofotometer UV-Vis merupakan spektrofotometer berkas ganda sedangkan pada spektrofotometer VIS ataupun UV termasuk spektrofotometer berkas tunggal. Pada spektrofotometer berkas ganda blanko dan sampel dimasukan atau disinari secara bersamaan, sedangkan spektrofotometer berkas tunggal blanko dimasukan atau disinari secara terpisah.

                  Spektrofotometer UV-VIS seperti yang tertera pada gambar.

                  Dual Beam Spectrometer

                   

                  Kini spektrofotometer yang digunakan hanya menggunakan satu lampu sebagai sumber cahaya. Lampu yang digunakan sebagai sumber cahaya yaitu photodiode yang telah dilengkapi monokromator. Monokromator disini berfungsi untuk mengubah cahaya yang berasal dari sumber cahaya sehingga diperoleh cahaya hanya dengan satu jenis panjang gelombang.

                  Zat yang dapat dianalisis dengan spektrofotometri UV-Vis yaitu zat dalam bentuk larutan dan zat yang tampak berwarna maupun berwarna. Jenis spektroskopi UV-Vis terutama berguna untuk analisis kuantitatif langsung misalnya kromofor, nitrat, nitrit dan kromat sedangkan secara tak langsung misalnya ion logam transisi.

                  Langkah-langkah utama dalam analisa dengan sinar UV/Vis

                  • Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV/Vis

                  • Harus dilakukan jika senyawa yang dianalisa tidak melakukan penyerapan didaerah UV/Vis

                  • Senyawa harus diubah menjadi bentuk lain yang dapat melakukan penyerapan pada daerah yang dimaksud. Misalnya mengubah menjadi berwarna atau tidak berwarna.

                  • Pemilihan panjang gelombang agar diperoleh panjang gelombang maksimum.

                  • Pembuatan kurva kalibrasi. Untuk keperluan ini dibuat sejumlah larutan standar dengan berbagai konsentrasi.

                  • Absorbans larutan standart ini diukur kemudian dibuat grafik A versus C.

                  • Hukum Lambert Beer terpenuhi, jika grafik berbentuk garis lurus yang melalui titik nol.

                  • Pengukuran sampel dilakukan pada kondisi yang sama seperti pada larutan standart.

                   

                   

                  Artikel yang disarankan :

                  1. Pengertian Dasar Spektrofotometer Vis, UV, UV-Vis

                  2. Spektrofotometri sinar tampak (Visible)

                  Pengertian Dasar Spektrofotometer Vis, UV, UV-Vis

                            Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis yang digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya. Peralatan yang digunakan dalam spektrofotometri disebut spektrofotometer. Cahaya yang dimaksud dapat berupa cahaya visibel, UV dan inframerah, sedangkan materi dapat berupa atom dan molekul namun yang lebih berperan adalah elektron valensi.

                           Sinar atau cahaya yang berasal dari sumber tertentu disebut juga sebagai radiasi elektromagnetik. Radiasi elektromagnetik yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah cahaya matahari.

                          Dalam interaksi materi dengan cahaya atau radiasi elektromagnetik, radiasi elektromagnetik kemungkinanan dihamburkan, diabsorbsi atau dihamburkan sehingga dikenal adanya spektroskopi hamburan, spektroskopi absorbsi ataupun spektroskopi emisi.

                           Pengertian spektroskopi dan spektrofotometri pada dasarnya sama yaitu di dasarkan pada interaksi antara materi dengan radiasi elektromagnetik. Namun pengertian spektrofotometri lebih spesifik atau pengertiannya lebih sempit karena ditunjukan pada interaksi antara materi dengan cahaya (baik yang dilihat maupun tidak terlihat). Sedangkan pengertian spektroskopi lebih luas misalnya cahaya maupun medan magnet termasuk gelombang elektromagnetik.

                             Radiasi elektromagnetik memiliki sifat ganda yang disebut sebagai sifat dualistik cahaya yaitu:

                  1) Sebagai gelombang

                  2) Sebagai partikel-partikel energi yang disebut foton.

                              Karena sifat tersebut maka beberapa parameter perlu diketahui misalnya panjang gelombang, frekuensi dan energi tiap foton. Panjang gelombang (l) didefinisikan sebagai jarak antara dua puncak.

                  image

                                Hubungan dari ketiga parameter di atas dirumuskan oleh Planck yang dikenal dengan persamaan Planck. Hubungan antara panjang gelombang frekuensi dirumuskan sebagai

                  c = λ . v atau λ = c/v atau v = c/λ

                   

                  Persamaan Planck: hubungan antara energi tiap foton dengan frekuensi

                  E = h . v

                  E = h . c/ λ

                  dimana

                            E = energi tiap foton

                             h = tetapan Planck (6,626 x 10-34 J.s),

                            v = frekuensi sinar

                           c = kecepatan cahaya (3 x 108 m.s-1).

                   

                  Dari rumus di atas dapat diketahui bahwa energi dan frekuensi suatu foton akan berbanding terbalik dengan panjang gelombang tetapi energi yang dimiliki suatu foton akan berbanding lurus dengan frekuensinya.

                   

                              Misalnya: energi yang dihasilkan cahaya UV lebih besar dari pada energi yang dihasilkan sinar tampak. Hal ini disebabkan UV memiliki panjang gelombang (λ) yang lebih pendek (100–400 nm) dibanding panjang gelombang yang dimiliki sinar tampak (400–800 nm).

                  Berbagai satuan energi beserta faktor konversinya dapat dilihat pada tabel:

                  Erg

                  Joule

                  Kalori

                  l.atm

                  E.volt

                  1 erg = 1

                  10-7

                  2,3901×10-8

                  9,8687×1010

                  6,2418×1011

                  J joule = 107

                  1

                  2,3901×10-1

                  9,8687×10-3

                  6,2418×1018

                  1 kalori 4,1849×107

                  4,1840

                  1

                  4,1291×10-2

                  2,6116×1019

                  1 atm = 1,0133×109

                  1,0133×102

                  24,218

                  1

                  16,6248×1020

                  1 E.volt = 1,6021×10-12

                  1,6021x-19

                  3,8291×10-20

                  1,5611×10-20

                  1

                             Interaksi antara materi dengan cahaya disini adalah terjadi penyerapan cahaya, baik cahaya Uv, Vis maupun Ir oleh materi sehingga spektrofotometri disebut juga sebagai spektroskopi absorbsi.

                              Dari 4 jenis spektrofotometri ini (UV, Vis, UV-Vis dan Ir) memiliki prinsip kerja yang sama yaitu “adanya interaksi antara materi dengan cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu”. Perbedaannya terletak pada panjang gelombang yang digunakan.

                  Secara sederhana Instrumen spektrofotometri yang disebut spektrofotometer terdiri dari :

                  sumber cahaya – monokromator – sel sampel – detektor – read out (pembaca).

                  conventional spectrophotometer copy

                   

                  Fungsi masing-masing bagian:

                  1. Sumber sinar polikromatis berfungsi sebagai sumber sinar polikromatis dengan berbagai macam rentang panjang gelombang. Untuk sepktrofotometer

                  • UV menggunakan lampu deuterium atau disebut juga heavi hidrogen

                  • VIS menggunakan lampu tungsten yang sering disebut lampu wolfram
                  • UV-VIS menggunan photodiode yang telah dilengkapi monokromator.

                  • Infra merah, lampu pada panjang gelombang IR.

                   

                  2. Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang yaitu mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya monaokromatis. Jenis monokromator yang saat ini banyak digunakan adalan gratting atau lensa prisma dan filter optik.

                  Jika digunakan grating maka cahaya akan dirubah menjadi spektrum cahaya. Sedangkan filter optik berupa lensa berwarna sehingga cahaya yang diteruskan sesuai dengan warnya lensa yang dikenai cahaya. Ada banyak lensa warna dalam satu alat yang digunakan sesuai dengan jenis pemeriksaan.

                  Pada gambar di atas disebut sebagai pendispersi atau penyebar cahaya. dengan adanya pendispersi hanya satu jenis cahaya atau cahaya dengan panjang gelombang tunggal yang mengenai sel sampel. Pada gambar di atas hanya cahaya hijau yang melewati pintu keluar. Proses dispersi atau penyebaran cahaya seperti yang tertera pada gambar.

                  clip_image001

                   

                  3. Sel sampel berfungsi sebagai tempat meletakan sampel

                  – UV, VIS dan UV-VIS menggunakan kuvet sebagai tempat sampel. Kuvet biasanya terbuat dari kuarsa atau gelas, namun kuvet dari kuarsa yang terbuat dari silika memiliki kualitas yang lebih baik. Hal ini disebabkan yang terbuat dari kaca dan plastik dapat menyerap UV sehingga penggunaannya hanya pada spektrofotometer sinar tampak (VIS). Cuvet biasanya berbentuk persegi panjang dengan lebar 1 cm.

                  – IR, untuk sampel cair dan padat (dalam bentuk pasta) biasanya dioleskan pada dua lempeng natrium klorida. Untuk sampel dalam bentuk larutan dimasukan ke dalam sel natrium klorida. Sel ini akan dipecahkan untuk mengambil kembali larutan yang dianalisis, jika sampel yang dimiliki sangat sedikit dan harganya mahal.

                   

                  4. Detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan mengubahnya menjadi arus listrik. Syarat-syarat sebuah detektor :

                  • Kepekaan yang tinggi

                  • Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi

                  • Respon konstan pada berbagai panjang gelombang.

                  • Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi.

                  • Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga radiasi.

                     

                    Macam-macam detektor :

                  • Detektor foto (Photo detector)

                  • Photocell, misalnya CdS.

                  • Phototube

                  • Hantaran foto

                  • Dioda foto

                  • Detektor panas

                   

                  5. Read out merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya isyarat listrik yang berasal dari detektor.

                   

                  Proses Absorbsi Cahaya pada Spektrofotometri

                              Ketika cahaya dengan panjang berbagai panjang gelombang (cahaya polikromatis) mengenai suatu zat, maka cahaya dengan panjang gelombang tertentu saja yang akan diserap. Di dalam suatu molekul yang memegang peranan penting adalah elektron valensi dari setiap atom yang ada hingga terbentuk suatu materi. Elektron-elektron yang dimiliki oleh suatu molekul dapat berpindah (eksitasi), berputar (rotasi) dan bergetar (vibrasi) jika dikenai suatu energi.

                              Jika zat menyerap cahaya tampak dan UV maka akan terjadi perpindahan elektron dari keadaan dasar menuju ke keadaan tereksitasi. Perpindahan elektron ini disebut transisi elektronik. Apabila cahaya yang diserap adalah cahaya inframerah maka elektron yang ada dalam atom atau elektron ikatan pada suatu molekul dapat hanya akan bergetar (vibrasi). Sedangkan gerakan berputar elektron terjadi pada energi yang lebih rendah lagi misalnya pada gelombang radio.

                              Atas dasar inilah spektrofotometri dirancang untuk mengukur konsentrasi suatu suatu yang ada dalam suatu sampel. Dimana zat yang ada dalam sel sampel disinari dengan cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu. Ketika cahaya mengenai sampel sebagian akan diserap, sebagian akan dihamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan.

                               Pada spektrofotometri, cahaya datang atau cahaya masuk atau cahaya yang mengenai permukaan zat dan cahaya setelah melewati zat tidak dapat diukur, yang dapat diukur adalah It/I0 atau I0/It (perbandingan cahaya datang dengan cahaya setelah melewati materi (sampel)). Proses penyerapan cahaya oleh suatu zat dapat digambarkan sebagai berikut:

                   penyerapan cahaya tampak oleh zat dalam sel sampel

                  Gambar Proses penyerapan cahaya oleh zat dalam sel sampel. dari gambar terlihat bahwa zat sebelum melewati sel sampel lebih terang atau lebih banyak di banding cahaya setelah melewati sel sampel

                   

                            Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi (A) sedangkan cahaya yang hamburkan diukur sebagai transmitansi (T), dinyatakan dengan hukum lambert-beer atau Hukum Beer, berbunyi:

                   

                  jumlah radiasi cahaya tampak (ultraviolet, inframerah dan sebagainya) yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan”.

                   

                                Berdasarkan hukum Lambert-Beer, rumus yang digunakan untuk menghitung banyaknya cahaya yang hamburkan:

                  clip_image008

                  dan absorbansi dinyatakan dengan rumus:

                  clip_image010

                  dimana I0 merupakan intensitas cahaya datang dan It atau I1 adalah intensitas cahaya setelah melewati sampel.

                  Rumus yang diturunkan dari Hukum Beer dapat ditulis sebagai:

                  A= a . b . c atau A = ε . b . c

                  dimana:

                     A = absorbansi

                    b atau terkadang digunakan l = tebal larutan (tebal kuvet diperhitungkan juga umumnya 1 cm)

                  c = konsentrasi larutan yang diukur

                  ε = tetapan absorptivitas molar (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam molar)

                  a = tetapan absorptivitas (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam ppm).

                   

                                Secara eksperimen hukum Lambert-beer akan terpenuhi apabila peralatan yang digunakan memenuhi kriteria-kriteria berikut:

                  1. Sinar yang masuk atau sinar yang mengenai sel sampel berupa sinar dengan dengan panjang gelombang tunggal (monokromatis).

                  2. Penyerapan sinar oleh suatu molekul yang ada di dalam larutan tidak dipengaruhi oleh molekul yang lain yang ada bersama dalam satu larutan.

                  3. Penyerapan terjadi di dalam volume larutan yang luas penampang (tebal kuvet) yang sama.

                  4. Penyerapan tidak menghasilkan pemancaran sinar pendafluor. Artinya larutan yang diukur harus benar-benar jernih agar tidak terjadi hamburan cahaya oleh partikel-partikel koloid atau suspensi yang ada di dalam larutan.

                  5. Konsentrasi analit rendah. Karena apabila konsentrasi tinggi akan menggangu kelinearan grafik absorbansi versus konsntrasi.

                   

                              Faktor-faktor yang sering menyebabkan kesalahan dalam menggunakan spektrofotometer dalam mengukur konsentrasi suatu analit:

                  1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis termasuk zat pembentuk warna.

                  2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa, namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.

                  3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui pengenceran atau pemekatan).

                   

                   

                  Spektrum UV, VIS, UV-VIS dan IR

                            Data-data yang dikeluarkan oleh UV atau VIS dapat berupa absorbansi atau transmitansi yang langsung dibaca pada spektrofotometer. Namun untuk UV, VIS, UV-VIS dan IR data yang dikeluarkan dapat berupa spektrum jika telah dihubungkan dengan komputer.

                            Spektrum yang dikeluarkan oleh UV, VIS dan UV-VIS berupa pita yang lebar sedangkan pada pita yang dikeluarkan oleh IR berupa garis atau puncak tajam.

                            Pita melebar dari UV-VIS disebabkan karena energi yang dimiliki selain menyebabkan transisi elektronik terjadi pula rotasi dan vibrasi elektron dalam molekul. Sedangkan pada IR hanya terjadi vibrasi elektron maka spektrum yang dihasilkan berupa garis atau puncak tajam. Selain pada IR, spektrum berupa garis dapat terjadi pula pada spektroskopi NMR karena hanya terjadi rotasi elektron.

                            Spektrum yang dihasilkan dari setiap spektroskopi berbeda antara satu dengan yang lainnya. Para kimiawan spektrum UV, VIS maupun IR dapat dibedakan dengan mudah. Spektrum yang dihasilkan oleh UV, VIS dan UV-VIS tidak berbeda jauh namun sangat sangat berbeda bila dibanding spektrum IR. Untuk membedakannya dapat dilihat pada gambar:

                  clip_image011

                  Gambar spektrum UV. Namun spektrum dari spektrofotometer VIS dan UV-VIS menyerupai spektrum UV

                   

                  clip_image013

                  Gambar spektrum IR. Pita tertinggi mengarah ke bawah sedangkan pada UV pita yang paling tinggi mengarah ke atas hal ini disebabkan spektrofotometer IR ditulis dalam bentung bilangan gelombang

                   

                   

                  Artikel dan MODUL yang disarankan :

                  1. Spektrofotometri sinar tampak (Visible)

                  2. MODUL KULIAH  FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA : SPEKTROSKOPI UV-VIS, SPEKTRO FLUOROMETRI, NMR, MS DAN ELUSIDASI STRUKTUR

                  3. DIKTAT MATA KULIAH PENGANTAR BIOSPEKTROSKOPI UNIVERSITAS PADJADJARAN

                  Spektrofotometri Sinar Tampak (Visible)

                          Spektrofotometri visible disebut juga spektrofotometri sinar tampak. Yang dimaksud sinar tampak adalah sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia. Cahaya yang dapat dilihat oleh mata manusia adalah cahaya dengan panjang gelombang 400-800 nm dan memiliki energi sebesar 299–149 kJ/mol.

                            Elektron pada keadaan normal atau berada pada kulit atom dengan energi terendah disebut keadaan dasar (ground-state). Energi yang dimiliki sinar tampak mampu membuat elektron tereksitasi dari keadaan dasar menuju kulit atom yang memiliki energi lebih tinggi atau menuju keadaan tereksitasi.

                             Cahaya yang diserap oleh suatu zat berbeda dengan cahaya yang ditangkap oleh mata manusia. Cahaya yang tampak atau cahaya yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari disebut warna komplementer. Misalnya suatu zat akan berwarna orange bila menyerap warna biru dari spektrum sinar tampak dan suatu zat akan berwarna hitam bila menyerap semua warna yang terdapat pada spektrum sinar tampak. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut.

                  Panjang gelombang (nm)

                  Warna warna yang diserap

                  Warna komplementer (warna yang terlihat)

                  400 – 435

                  Ungu

                  Hijau kekuningan

                  435 – 480

                  Biru

                  Kuning

                  480 – 490

                  Biru kehijauan

                  Jingga

                  490 – 500

                  Hijau kebiruan

                  Merah

                  500 – 560

                  Hijau

                  Ungu kemerahan

                  560 – 580

                  Hijau kekuningan

                  Ungu

                  580 – 595

                  Kuning

                  Biru

                  595 – 610

                  Jingga

                  Biru kehijauan

                  610 – 800

                  Merah

                  Hijau kebiruan

                           Pada spektrofotometer sinar tampak, sumber cahaya biasanya menggunakan lampu tungsten yang sering disebut lampu wolfram. Wolfram merupakan salah satu unsur kimia, dalam tabel periodik unsur wolfram termasuk golongan unsur transisi tepatnya golongan VIB atau golongan 6 dengan simbol W dan nomor atom 74. Wolfram digunakan sebagai lampu pada spektrofotometri tidak terlepas dari sifatnya yang memiliki titik didih yang sangat tinggi yakni 5930 °C.

                  Spectrophotometer_P7131132clip_image002

                  Gambar 2 jenis spektronic-20 yang bekerja pada rentang panjang gelombang sinar tanpak. Gambar atas merupakan spectronic-20 lama yang sudah jarang bahkan mungkin tidak diproduksi lagi. Sedangkan gambar kedua adalah spectronic-20 terbaru.

                   

                          Panjang gelombang yang digunakan untuk melakukan analisis adalah panjang gelombang dimana suatu zat memberikan penyerapan paling tinggi yang disebut λmaks. Hal ini disebabkan jika pengukuran dilakukan pada panjang gelombang yang sama, maka data yang diperoleh makin akurat atau kesalahan yang muncul makin kecil.

                          Berdasarkan hukum Beer absorbansi akan berbanding lurus dengan konsentrasi, karena b atau l harganya 1 cm dapat diabaikan dan ε merupakan suatu tetapan. Artinya konsentrasi makin tinggi maka absorbansi yang dihasilkan makin tinggi, begitupun sebaliknya konsentrasi makin rendah absorbansi yang dihasilkan makin rendah. (Hukum Lamber-Beer dan syarat peralatan yang digunakan agar terpenuhi hukum Lambert-Beer Baca Pengertian Dasar Spektrofotometer Vis, UV, UV-Vis) 

                         Hubungan antara absorbansi terhadap konsentrasi akan linear (A≈C) apabila nilai absorbansi larutan antara 0,2-0,8 (0,2 ≤ A ≥ 0,8) atau sering disebut sebagai daerah berlaku hukum Lambert-Beer. Jika absorbansi yang diperoleh lebih besar maka hubungan absorbansi tidak linear lagi. Kurva kalibarasi hubungan antara absorbansi versus konsentrasi dapat dilihat pada Gambar.

                    clip_image004

                    Gambar Kurva hubungan absorbansi vs konsentrasi

                     

                    Faktor-faktor yang menyebabkan absorbansi vs konsentrasi tidak linear:

                  1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis termasuk zat pembentuk warna.

                  2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa, namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.

                  3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui pengenceran atau pemekatan).

                       

                             Zat yang dapat dianalisis menggunakan spektrofotometri sinar tampak adalah zat dalam bentuk larutan dan zat tersebut harus tampak berwarna, sehingga analisis yang didasarkan pada pembentukan larutan berwarna disebut juga metode kolorimetri.

                            Jika tidak berwarna maka larutan tersebut harus dijadikan berwarna dengan cara memberi reagen tertentu yang spesifik. Dikatakan spesifik karena hanya bereaksi dengan spesi yang akan dianalisis. Reagen ini disebut reagen pembentuk warna (chromogenik reagent). Berikut adalah sifat-sifat yang harus dimiliki oleh reagen pembentuk warna:

                  1. Kestabilan dalam larutan. Pereaksi-pereaksi yang berubah sifatnya dalam waktu beberapa jam, dapat menyebabkan timbulnya semacam cendawan bila disimpan. Oleh sebab itu harus dibuat baru dan kurva kalibarasi yang baru harus dibuat saat setiap kali analisis.

                  2. Pembentukan warna yang dianalisis harus cepat.

                  3. Reaksi dengan komponen yang dianalisa harus berlangsung secara stoikiometrik.

                  4. Pereaksi tidak boleh menyerap cahaya dalam spektrum dimana dilakukan pengukuran.

                  5. Pereaksi harus selektif dan spesifik (khas) untuk komponen yang dianalisa, sehingga warna yang terjadi benar-benar merupakan ukuran bagi komponen tersebut saja.

                  6. Tidak boleh ada gangguan-gangguan dari komponen-komponen lain dalam larutan yang dapat mengubah zat pereaksi atau komponen komponen yang dianalisa menjadi suatu bentuk atau kompleks yang tidak berwarna, sehingga pembentukan warna yang dikehandaki tidak sempurna.

                  7. Pereaksi yang dipakai harus dapat menimbulkan hasil reaksi berwarna yang dikehendaki dengan komponen yang dianalisa, dalam pelarut yang dipakai.

                       

                              Setelah ditambahkan reagen atau zat pembentuk warna maka larutan tersebut harus memiliki lima sifat di bawah ini:

                  1. Kestabilan warna yang cukup lama guna memungkinkan pengukuran absorbansi dengan teliti. Ketidakstabilan, yang mengakibatkan menyusutnya warna larutan (fading), disebabkan oleh oksidasi oleh udara, penguraian secara fotokimia, pengaruh keasaman, suhu dan jenis pelarut. Namun kadang-kadang dengan mengubah kondisi larutan dapat diperoleh kestabilan yang lebih baik.

                  2. Warna larutan yang akan diukur harus mempunyai intensitas yang cukup tinggi (warna harus cukup tua) yang berarti bahwa absortivitas molarnya (ε) besar. Hal ini dapat dikontrol dengan mengubah pelarutnya. Dalam hal ini dengan memilih pereaksi yang memiliki kepekaan yang cukup tinggi.

                  3. Warna larutan yang diukur sebaiknya bebas daripada pengaruh variasi-variasi kecil kecil dalam nilai pH, suhu maupun kondisis-kondisi yang lain.

                  4. Hasil reaksi yang berwarna ini harus larut dalam pelarut yang dipakai.

                  5. Sistem yang berwarna ini harus memenuhi Hukum Lambert-Beer.

                       

                       

                    Menentukan konsentrasi sampel dengan cara kurva kalibrasi

                               Konsentrasi sampel dalam suatu larutan dapat ditentukan dengan rumus yang diturunkan dari hukum lambert beer (A= a . b . c atau A = ε . b . c). Namun ada cara lain yang dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu spesi yang ada dalam suatu larutan yakni dengan cara kurva kalibarasi. Cara ini sebenarnya masih tetap bertumpu pada hukum Lambert-Beer yakni absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi.

                                Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam penentuan konsentrasi zat dengan kurva kalibarasi:

                  1. Maching kuvet : mencari dua buah kuvet yang memiliki absorbansi atau transmitansi sama atau hampir sama. Dua buah kuvet inilah yang akan digunakan untuk analisis, satu untuk blanko, satu untuk sampel. Dalam melakukan analisis Maching kuvet harus dilakukan agar kesalahannya makin kecil.

                  2. Membuat larutan standar pada berbagai konsentrasi. Larutan standar yaitu larutan yang konsentrasinya telah diketahui secara pasti. Konsentrasi larutan standar dibuat dari yang lebih kecil sampai lebih besar dari konsentrasi analit yang diperkirakan.

                  3. Ambilah salah satu larutan standar, kemudian ukur pada berbagai panjang gelombang. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pada panjang gelombang berapa, absorbansi yang dihasilkan paling besar. Panjang gelombang yang menghasilkan absorbansi paling besar atau paling tinggi disebut panjang gelombang maksimum (lmaks).

                  4. Ukurlah absorbansi semua larutan standar yang telah dibuat pada panjang gelombang maksimum.

                  5. Catat absorbansi yang dihasilkan dari semua larutan standar, kemudian alurkan pada grafik absorbansi vs konsentrasi sehingga diperoleh suatu kurva yang disebut kurva kalibarasi. Dari hukum Lambart-Beer jika absorbansi yang dihasilkan berkisar antara 0,2-0,8 maka grafik akan berbentuk garis lurus, namun hal ini tidak dapat dipastikan.

                     

                  Misalkan absorbansi yang dihasilkan dari larutan standar yang telah dibuat adalah

                  Absorbansi

                  0,2

                  0,3

                  0,4

                  0,5

                  0,6

                  0,7

                  0,8

                  0,9

                  konsentrasi

                  2 ppm

                  4 ppm

                  6 ppm

                  8 ppm

                  10 ppm

                  12 ppm

                  14 ppm

                  16 ppm

                  Grafiknya adalah

                  clip_image005

                  6. Ukurlah absorbansi larutan yang belum diketahui konsentrasinya. Setelah diperoleh absorbansinya, masukan nilai tersebut pada grafik yang diperoleh pada langkah 5. Misalkan absorbansi yang diperoleh 0,6. Maka jika ditarik garis lurus konsentrasi sampel akan sama dengan konsentrasi larutan standar 10 ppm. Maka grafiknya sebagai berikut:

                  clip_image006

                  Selain dengan cara diatas konsentrasi sampel dapat dihitung dengan persamaan regresi linear:

                  clip_image008

                  persamaan di atas dapat dihitung dengan bantuan kalkulator. Setelah diperoleh persamaan di atas, absorbansi sampel yang diperoleh dimasukan sebagai nila y sehingga diperoleh nila x. Nilai x yang diperoleh merupakan konsentrasi sampel yang dianalisis.

                   

                   

                   

                  Artikel yang di sarankan :

                  1. Pengertian Dasar Spektrofotometer Vis, UV, UV-Vis