chemistry for peace not for war

hanya DIA yang dapat menghentikan hatiku

Tag Archives: Chemistry

Adansonia Digitata : Pohon Aneh dan Unik yang Tumbuh Terbalik

    Adansonia Digitata Pohon Aneh dan Unik yang Tumbuh Terbalik

    Selain terdapat tumbuhan beracun terdapat juga pohon yang aneh dan unik. Pohon tersebut adalah Baobab dengan nama Latin Adonsonia Digitata merupakan salah satu genus adonsonia.

    Pohon ini dikatakan aneh dan unik karena pohon tersebut seperti ditanam terbalik dengan ranting-ranting mencuat ke bagian atas. dikatakan terbalik karena ranting-ranting pohon ini tampak seperti akarnya, sedangkan bagian bawah lebih besar (tampak mengembang) ketika sudah tua.

    Terdapat beberapa pendapat yang telah melegenda mengenai struktur aneh pohon tersebut. Ada yang menyatakan pohon tersebut dibuang oleh dewa Thora dari Surga ke bumi karena tidak menyukai pohon tersebut. Meskipun terbalik, tetapi baobab tetap tumbuh. Selain itu ada juga yang menyatakan pohon tersebut ditanam oleh Dewa, Namun karena terus berjalan, maka Tuhan mencabut kemudian menanam kembali dengan cara membalikannya agar berhenti berjalan.

    Baobab FruchtBuah Baobab

    Baobab hidup di Afrika dan Australia, di Indonesia pohon ini telah ditanam di depan perpustakan kampus universitas Indonesia.

    Tanaman ini dapat tumbuh sampai ribuan tahun dan hampi semua bagiannya dapat dimanfaatkan oleh manusia. Berikut beberapa manfaat dari tanaman baobab :

  • Batang : diambil kayunya, tempat perlindungan dan menympan bijian-bijian karena bagian bawah pohonnya yang berlubang, bahkan ada beberapa sumber menyatakan sebagai tempat pemakaman.

  • Kulit : kulit baobab berserat sehingga digunakan untuk pembuatan tali, jaring ikan, karung dan pakaian, sebagai bahan tambahan pemberi aroma makanan,    

  • Daun : Ragi dan sayuran.

  • Buah : membuat minyak goreng. Daging buah tanaman ini memiliki vitamin C yang lebih tinggi dibanding jeruk dan kalsium yang lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa jenis susu. Daging buah yang telah dikeringkan aman untuk dikonsumsi. Hal ini diungkapkan oleh The United States Food and Drug Administration pada tahun 2009.

KASUS PENIPUAN DALAM DUNIA SAINS YANG TERKENAL

Ternyata tak selamanya ilmuwan itu menjadi “orang suci” di dunia ilmu pengetahuan, mereka tdk selamanya menjunjung tinggi metode ilmiah dalam mencari kebenaran sains. Berbagai kasus tipuan (hoax) dalam sains kerap muncul dari dulu hingga sekarang, di antaranya yang cukup menyita perhatian publik dipaparkan di bawah ini.

 

1. Manusia Piltdown

Manusia Piltdown

Pada thn 1912 ketika Charles Dawson, seorang arkeolog amatir asal Inggris menemukan tulang kepala, gigi & rahang di sebuah lubang penggalian di Piltdown, Sussex, Inggris. Tengkorak Manusia Piltdown ini tampak seperti setengah manusia & setengah kera.

Dawson mengklaim telah menemukan rantai yang hilang (missing link) antara manusia dan kera, dia menamai temuannya Eoanthropus dawsoni. 40 tahun kemudian para ilmuwan, lewat pengujian modern, dapat membuktikan bahwa tengkorak temuan Dawson umurnya hanya beberapa ratus tahun, dan tulang rahangnya dari orang utan, sementara giginya dari gajah dan kuda nil.

 

2. Layangan Listrik Benjamin Franklin

Layangan Listrik Benjamin Franklin

Pada 19 Oktober 1752, Pennsylvania Gazette mempublikasikan gambaran singkat dari eksperimen yang baru saja dilakukan Benjamin Franklin.

Menurut berita tersebut, Franklin telah menerbangkan sebuah layang-layang dlm badai petir, menyebabkan listrik merambat melaui benang & memuati sebuah kunci yg terikat di bawahnya. Eksperimen ini untuk menunjukkan bahwa petir atau sebuah bentuk dari listrik. Layang-layang listrik Franklin menjadi eksperimen paling terkenal di abad ke-18, menjadikan Franklin tersohor di Eropa & AS.

Namun, beberapa ahli sejarah berpendapat, kemungkinan eksperimen tersebut tidak pernah terjadi. Pasalnya, mereka kekurangan informasi yg rinci mengenai eksperimen tersebut. Tidak diketahui secara pasti kapan eksperimen itu dilakukan. Franklin juga tidak pernah menulis laporan resmi mengenai hal ini.

Satu-satunya saksi mata atau anak laki-lakinya, namun tak pernah mengungkapkan kejadian penting tersebut. Apalagi eksperimen semacam ini sangatlah berbahaya, bahkan bisa berakibat fatal, Franklin sendiri mengetahui hal itu.

 

3. Raksasa dari Cardiff

Raksasa dari Cardiff 

Pada Oktober 1869, mayat membatu setinggi 10 kaki berhasil digali dari sebuah lahan pertanian di Cardiff, New York. Raksasa Cardiff ini kemudian jadi berita besar, dikatakan sebagai penemuan geologis terbesar saat itu, & banyak dikunjungi warga Amerika Serikat, mereka rela membayar 25 sen untuk menyaksikan manusia raksasa tersebut.

Namun pada awal thn 1870, terungkap bahwa penemuan itu hanyalah tipuan. Raksasa Cardiff atau sebuah patung hasil kreasi George Hull, terbuat dari bongkahan gipsum yg dibentuk menyerupai manusia setinggi 10 kaki dan dikubur di sebuah ladang di Cardiff, kemudian direkayasa agar ”ditemukan” oleh seorang pekerja.

 

4. Putri Duyung dari Fiji

Putri Duyung dari Fiji

Juli 1842, seorg berkebangsaan Inggris, Dr. J. Griffin, anggota British Lyceum of Natural History, tiba di Kota New York & membawa seekor ikan duyung yang diduga terdampar di Kepulauan Fiji, Pasifik Selatan.

Dalam sebuah pertunjukan di American Museum, ikan duyung Fiji pun dipertontonkan, sosoknya jauh dari gambaran seorang wanita cantik, melainkan bangkai kering seekor kera berbadan ikan. Dari penelitian museum tersebut, ternyata ikan duyung Fiji adalah tipuan belaka, yang sesungguhnya adalah bangkai kera yang dimumi melalui teknik taksidermi (ilmu mengeringkan bangkai binatang).

Dgn cara dijahit kedua spesies itu disatukan membentuk putri duyung, dimana bagian atas kera & ke bawah tubuh ikan. Putri duyung Fiji dibuat sekitar tahun 1810 oleh nelayan Jepang untuk keperluan upacara keagamaan, sekaligus seni tradisional nelayan Jepang.

 

5. Archaeoraptor

Archaeoraptor 

Archaeoraptor liaoningensis pertama kali dipublikasikan dalam majalah National Geographic 1999. Melalui sebuah artikel yang ditulis Christopher Sloan, fosil ini dinyatakan sebagai mata rantai yang hilang antara burung & dinosaurus theropod, & benar-benar bisa terbang.

Sebelum National Geographic mempublikasikan, telah banyak yg meragukan keotentikan fosil ini. Tak pelak menjadi skandal ketika sebuah studi sains membuktikan fosil dari Cina ini adalah palsu, karena dibentuk dari bagian-bagian fosil degan spesies yang berbeda.

Zonghe Zhou, seorg paleontolog Cina, menemukan kepala & badan bagian atas milik spesimen fosil burung primitif Yanornis, bagian ekor milik Microraptor, sedangkan tungkai & telapak kaki milik hewan yg belum diketahui.

 

6. Turk, Robot Pecatur

Turk, Robot Pecatur

Turk mekanis atau robot pecatur adalah mesin permainan catur yang dirancang & ditemukan pada 1770 oleh Wolfgang von Kempelen seorg insinyur Hongaria. Mesin ini sepertinya mampu bermain catur melawan manusia.

Selama hampir 84 tahun Turk mengelilingi Eropa & Amerika Serikat untuk menunjukkan kemampuannya mengalahkan lawan-lawannya, tak kurang dari negarawan sekelas Napoleon Bonaparte & Benjamin Frankin bertekuk lutut mengakui kehebatan pecatur robot ini.

Kebohongan mulai terungkap pada 1820-an ketika Edgar Allan Poe berhasil membuktikan bahwa seorang master catur bertubuh kecil telah disembunyikan sebagai operator di dalam mesin catur tersebut.

 

7. Pohon Upas

Pohon Upas

Sebuah berita dipublikasikan dlm London Magazine pd 1783 oleh seorg ahli bedah Belanda bernama Foersch. Ia menyebutkan keberadaan sebuah pohon di Pulau Jawa yang sangat beracun & dapat membunuh apapun dalam radius 15 mil.

Pada mulanya hanya sebuah legenda. Pada 1791 Erasmus Darwin menulisnya dalam catatan sebuah puisi, ”Ada sebuah pohon beracun di Pulau Jawa, lewat perantaraan udara telah memusnahkan desa tersebut… dalam daerah 12 atau 14 mil permukaan tanah jadi gersang & berbatu, di sana sini dipenuhi tengkorak manusia & binatang.”

Pohon upas memang ada di Indonesia. Walaupun tak berpotensi mematikan seperti disebutkan dalam legenda, getah pohon ini memang mengandung racun, oleh penduduk setempat digunakan sebagai senjata pada ujung anak panah.

 

8. Hilangnya Gen Pirang

Hilangnya Gen Pirang 

Isu hilangnya gen rambut pirang secara periodik muncul sejak 1865, versi terbaru muncul lagi pada 2002, ketika BBC & media lain melaporkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) & para pakar menyatakan, orang yang berambut pirang akan punah pada tahun 2202.

Klaim ini berdasarkan pada interpretasi sifat resesif dalam ilmu genetika. Namun WHO membantah lewat laporannya di The New York Time, lembaga ini tak memiliki pengetahuan tentang studi ini, kemudian WHO secara resmi mengkonfirmasi bahwa cerita ini bohong.

 

Sumber : terselubung.blogspot.com

 

Baca juga :

1. Ini dia website menyetarakan reaksi kimia

2. Penyebab bangsa indonesia tidak menggunakan energi nuklir

3. Bahasa Tubuh Kupu-kupu Menolak Selingkuh

4. pesawat luar angkasa ternyata dilapisi emas

KOLEKSI FOTO AGNES MONICA

Pengertian Dasar Spektrofotometer Vis, UV, UV-Vis

          Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis yang digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya. Peralatan yang digunakan dalam spektrofotometri disebut spektrofotometer. Cahaya yang dimaksud dapat berupa cahaya visibel, UV dan inframerah, sedangkan materi dapat berupa atom dan molekul namun yang lebih berperan adalah elektron valensi.

         Sinar atau cahaya yang berasal dari sumber tertentu disebut juga sebagai radiasi elektromagnetik. Radiasi elektromagnetik yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah cahaya matahari.

        Dalam interaksi materi dengan cahaya atau radiasi elektromagnetik, radiasi elektromagnetik kemungkinanan dihamburkan, diabsorbsi atau dihamburkan sehingga dikenal adanya spektroskopi hamburan, spektroskopi absorbsi ataupun spektroskopi emisi.

         Pengertian spektroskopi dan spektrofotometri pada dasarnya sama yaitu di dasarkan pada interaksi antara materi dengan radiasi elektromagnetik. Namun pengertian spektrofotometri lebih spesifik atau pengertiannya lebih sempit karena ditunjukan pada interaksi antara materi dengan cahaya (baik yang dilihat maupun tidak terlihat). Sedangkan pengertian spektroskopi lebih luas misalnya cahaya maupun medan magnet termasuk gelombang elektromagnetik.

           Radiasi elektromagnetik memiliki sifat ganda yang disebut sebagai sifat dualistik cahaya yaitu:

1) Sebagai gelombang

2) Sebagai partikel-partikel energi yang disebut foton.

            Karena sifat tersebut maka beberapa parameter perlu diketahui misalnya panjang gelombang, frekuensi dan energi tiap foton. Panjang gelombang (l) didefinisikan sebagai jarak antara dua puncak.

image

              Hubungan dari ketiga parameter di atas dirumuskan oleh Planck yang dikenal dengan persamaan Planck. Hubungan antara panjang gelombang frekuensi dirumuskan sebagai

c = λ . v atau λ = c/v atau v = c/λ

 

Persamaan Planck: hubungan antara energi tiap foton dengan frekuensi

E = h . v

E = h . c/ λ

dimana

          E = energi tiap foton

           h = tetapan Planck (6,626 x 10-34 J.s),

          v = frekuensi sinar

         c = kecepatan cahaya (3 x 108 m.s-1).

 

Dari rumus di atas dapat diketahui bahwa energi dan frekuensi suatu foton akan berbanding terbalik dengan panjang gelombang tetapi energi yang dimiliki suatu foton akan berbanding lurus dengan frekuensinya.

 

            Misalnya: energi yang dihasilkan cahaya UV lebih besar dari pada energi yang dihasilkan sinar tampak. Hal ini disebabkan UV memiliki panjang gelombang (λ) yang lebih pendek (100–400 nm) dibanding panjang gelombang yang dimiliki sinar tampak (400–800 nm).

Berbagai satuan energi beserta faktor konversinya dapat dilihat pada tabel:

Erg

Joule

Kalori

l.atm

E.volt

1 erg = 1

10-7

2,3901×10-8

9,8687×1010

6,2418×1011

J joule = 107

1

2,3901×10-1

9,8687×10-3

6,2418×1018

1 kalori 4,1849×107

4,1840

1

4,1291×10-2

2,6116×1019

1 atm = 1,0133×109

1,0133×102

24,218

1

16,6248×1020

1 E.volt = 1,6021×10-12

1,6021x-19

3,8291×10-20

1,5611×10-20

1

           Interaksi antara materi dengan cahaya disini adalah terjadi penyerapan cahaya, baik cahaya Uv, Vis maupun Ir oleh materi sehingga spektrofotometri disebut juga sebagai spektroskopi absorbsi.

            Dari 4 jenis spektrofotometri ini (UV, Vis, UV-Vis dan Ir) memiliki prinsip kerja yang sama yaitu “adanya interaksi antara materi dengan cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu”. Perbedaannya terletak pada panjang gelombang yang digunakan.

Secara sederhana Instrumen spektrofotometri yang disebut spektrofotometer terdiri dari :

sumber cahaya – monokromator – sel sampel – detektor – read out (pembaca).

conventional spectrophotometer copy

 

Fungsi masing-masing bagian:

1. Sumber sinar polikromatis berfungsi sebagai sumber sinar polikromatis dengan berbagai macam rentang panjang gelombang. Untuk sepktrofotometer

  • UV menggunakan lampu deuterium atau disebut juga heavi hidrogen

  • VIS menggunakan lampu tungsten yang sering disebut lampu wolfram
  • UV-VIS menggunan photodiode yang telah dilengkapi monokromator.

  • Infra merah, lampu pada panjang gelombang IR.

 

2. Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang yaitu mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya monaokromatis. Jenis monokromator yang saat ini banyak digunakan adalan gratting atau lensa prisma dan filter optik.

Jika digunakan grating maka cahaya akan dirubah menjadi spektrum cahaya. Sedangkan filter optik berupa lensa berwarna sehingga cahaya yang diteruskan sesuai dengan warnya lensa yang dikenai cahaya. Ada banyak lensa warna dalam satu alat yang digunakan sesuai dengan jenis pemeriksaan.

Pada gambar di atas disebut sebagai pendispersi atau penyebar cahaya. dengan adanya pendispersi hanya satu jenis cahaya atau cahaya dengan panjang gelombang tunggal yang mengenai sel sampel. Pada gambar di atas hanya cahaya hijau yang melewati pintu keluar. Proses dispersi atau penyebaran cahaya seperti yang tertera pada gambar.

clip_image001

 

3. Sel sampel berfungsi sebagai tempat meletakan sampel

– UV, VIS dan UV-VIS menggunakan kuvet sebagai tempat sampel. Kuvet biasanya terbuat dari kuarsa atau gelas, namun kuvet dari kuarsa yang terbuat dari silika memiliki kualitas yang lebih baik. Hal ini disebabkan yang terbuat dari kaca dan plastik dapat menyerap UV sehingga penggunaannya hanya pada spektrofotometer sinar tampak (VIS). Cuvet biasanya berbentuk persegi panjang dengan lebar 1 cm.

– IR, untuk sampel cair dan padat (dalam bentuk pasta) biasanya dioleskan pada dua lempeng natrium klorida. Untuk sampel dalam bentuk larutan dimasukan ke dalam sel natrium klorida. Sel ini akan dipecahkan untuk mengambil kembali larutan yang dianalisis, jika sampel yang dimiliki sangat sedikit dan harganya mahal.

 

4. Detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan mengubahnya menjadi arus listrik. Syarat-syarat sebuah detektor :

  • Kepekaan yang tinggi

  • Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi

  • Respon konstan pada berbagai panjang gelombang.

  • Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi.

  • Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga radiasi.

     

    Macam-macam detektor :

  • Detektor foto (Photo detector)

  • Photocell, misalnya CdS.

  • Phototube

  • Hantaran foto

  • Dioda foto

  • Detektor panas

 

5. Read out merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya isyarat listrik yang berasal dari detektor.

 

Proses Absorbsi Cahaya pada Spektrofotometri

            Ketika cahaya dengan panjang berbagai panjang gelombang (cahaya polikromatis) mengenai suatu zat, maka cahaya dengan panjang gelombang tertentu saja yang akan diserap. Di dalam suatu molekul yang memegang peranan penting adalah elektron valensi dari setiap atom yang ada hingga terbentuk suatu materi. Elektron-elektron yang dimiliki oleh suatu molekul dapat berpindah (eksitasi), berputar (rotasi) dan bergetar (vibrasi) jika dikenai suatu energi.

            Jika zat menyerap cahaya tampak dan UV maka akan terjadi perpindahan elektron dari keadaan dasar menuju ke keadaan tereksitasi. Perpindahan elektron ini disebut transisi elektronik. Apabila cahaya yang diserap adalah cahaya inframerah maka elektron yang ada dalam atom atau elektron ikatan pada suatu molekul dapat hanya akan bergetar (vibrasi). Sedangkan gerakan berputar elektron terjadi pada energi yang lebih rendah lagi misalnya pada gelombang radio.

            Atas dasar inilah spektrofotometri dirancang untuk mengukur konsentrasi suatu suatu yang ada dalam suatu sampel. Dimana zat yang ada dalam sel sampel disinari dengan cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu. Ketika cahaya mengenai sampel sebagian akan diserap, sebagian akan dihamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan.

             Pada spektrofotometri, cahaya datang atau cahaya masuk atau cahaya yang mengenai permukaan zat dan cahaya setelah melewati zat tidak dapat diukur, yang dapat diukur adalah It/I0 atau I0/It (perbandingan cahaya datang dengan cahaya setelah melewati materi (sampel)). Proses penyerapan cahaya oleh suatu zat dapat digambarkan sebagai berikut:

 penyerapan cahaya tampak oleh zat dalam sel sampel

Gambar Proses penyerapan cahaya oleh zat dalam sel sampel. dari gambar terlihat bahwa zat sebelum melewati sel sampel lebih terang atau lebih banyak di banding cahaya setelah melewati sel sampel

 

          Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi (A) sedangkan cahaya yang hamburkan diukur sebagai transmitansi (T), dinyatakan dengan hukum lambert-beer atau Hukum Beer, berbunyi:

 

jumlah radiasi cahaya tampak (ultraviolet, inframerah dan sebagainya) yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan”.

 

              Berdasarkan hukum Lambert-Beer, rumus yang digunakan untuk menghitung banyaknya cahaya yang hamburkan:

clip_image008

dan absorbansi dinyatakan dengan rumus:

clip_image010

dimana I0 merupakan intensitas cahaya datang dan It atau I1 adalah intensitas cahaya setelah melewati sampel.

Rumus yang diturunkan dari Hukum Beer dapat ditulis sebagai:

A= a . b . c atau A = ε . b . c

dimana:

   A = absorbansi

  b atau terkadang digunakan l = tebal larutan (tebal kuvet diperhitungkan juga umumnya 1 cm)

c = konsentrasi larutan yang diukur

ε = tetapan absorptivitas molar (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam molar)

a = tetapan absorptivitas (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam ppm).

 

              Secara eksperimen hukum Lambert-beer akan terpenuhi apabila peralatan yang digunakan memenuhi kriteria-kriteria berikut:

  1. Sinar yang masuk atau sinar yang mengenai sel sampel berupa sinar dengan dengan panjang gelombang tunggal (monokromatis).

  2. Penyerapan sinar oleh suatu molekul yang ada di dalam larutan tidak dipengaruhi oleh molekul yang lain yang ada bersama dalam satu larutan.

  3. Penyerapan terjadi di dalam volume larutan yang luas penampang (tebal kuvet) yang sama.

  4. Penyerapan tidak menghasilkan pemancaran sinar pendafluor. Artinya larutan yang diukur harus benar-benar jernih agar tidak terjadi hamburan cahaya oleh partikel-partikel koloid atau suspensi yang ada di dalam larutan.

  5. Konsentrasi analit rendah. Karena apabila konsentrasi tinggi akan menggangu kelinearan grafik absorbansi versus konsntrasi.

 

            Faktor-faktor yang sering menyebabkan kesalahan dalam menggunakan spektrofotometer dalam mengukur konsentrasi suatu analit:

  1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis termasuk zat pembentuk warna.

  2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa, namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.

  3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui pengenceran atau pemekatan).

 

 

Spektrum UV, VIS, UV-VIS dan IR

          Data-data yang dikeluarkan oleh UV atau VIS dapat berupa absorbansi atau transmitansi yang langsung dibaca pada spektrofotometer. Namun untuk UV, VIS, UV-VIS dan IR data yang dikeluarkan dapat berupa spektrum jika telah dihubungkan dengan komputer.

          Spektrum yang dikeluarkan oleh UV, VIS dan UV-VIS berupa pita yang lebar sedangkan pada pita yang dikeluarkan oleh IR berupa garis atau puncak tajam.

          Pita melebar dari UV-VIS disebabkan karena energi yang dimiliki selain menyebabkan transisi elektronik terjadi pula rotasi dan vibrasi elektron dalam molekul. Sedangkan pada IR hanya terjadi vibrasi elektron maka spektrum yang dihasilkan berupa garis atau puncak tajam. Selain pada IR, spektrum berupa garis dapat terjadi pula pada spektroskopi NMR karena hanya terjadi rotasi elektron.

          Spektrum yang dihasilkan dari setiap spektroskopi berbeda antara satu dengan yang lainnya. Para kimiawan spektrum UV, VIS maupun IR dapat dibedakan dengan mudah. Spektrum yang dihasilkan oleh UV, VIS dan UV-VIS tidak berbeda jauh namun sangat sangat berbeda bila dibanding spektrum IR. Untuk membedakannya dapat dilihat pada gambar:

clip_image011

Gambar spektrum UV. Namun spektrum dari spektrofotometer VIS dan UV-VIS menyerupai spektrum UV

 

clip_image013

Gambar spektrum IR. Pita tertinggi mengarah ke bawah sedangkan pada UV pita yang paling tinggi mengarah ke atas hal ini disebabkan spektrofotometer IR ditulis dalam bentung bilangan gelombang

 

 

Artikel dan MODUL yang disarankan :

1. Spektrofotometri sinar tampak (Visible)

2. MODUL KULIAH  FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA : SPEKTROSKOPI UV-VIS, SPEKTRO FLUOROMETRI, NMR, MS DAN ELUSIDASI STRUKTUR

3. DIKTAT MATA KULIAH PENGANTAR BIOSPEKTROSKOPI UNIVERSITAS PADJADJARAN

Keselamatan Kerja Di Laboratorium Kimia

Dalam laboratorium kimia sangat banyak bahan-bahan berbahaya. Oleh karena itu harus berhati-hati dalam melakukan kegiatan-kegiatan dalam laboratorium. Perhatikan label-label yang tertera pada kemasan zat tersebut (Baca : Rambu lalulintas bahan kimia). Untuk menghindari terjadi hal-hal yang tidak diinginkan berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika berada dalam laboratorium, yakni

  1. Jagalah agar semua senyawa dan pelarut jauh dari mulut, kulit, mata dan pakaian.

  2. Hindarilah dari menghirup uat atau debu. Untuk mencium gas kibaskas gas menggunakan tangan sampai bau tercium.

  3. Jangan mencicipi atau membawa makanan atau minuman dalam laboratorium.

  4. Berhati-hatilah bila bekerja dengan asam kuat reagen korosif, reagen-reagen yang volatil dan mudah terbakar.

  5. Menggunakan kacamata pengaman atau gunakan penutup yang lebih besar untuk menutupi seluruh wajah.

  6. Bagi yang menggunakan lensa kontak berhati-hati agar tidak ada bahan kimia yang masuk ke mata. Zat-zat yang bersifat korosif atau beracun dapat masuk dengan cepat ke bagian belakang lensa kontak, sehingga tidak mungkin dapat dicuci.

  7. Menggunakan sarung tangan bila diperlukan. Namun perlu diingat kerja menggunakan sarung tangan akan sedikit menghambat pekerjaan terutama dalam merangkai alat.

  8. Selama bekerja dilaboratorium harus menggunakan baju laboratorium dan harus dikancingkan dengan baik untuk melindungi diri dan mencegah kontaminasi pada baju yang digunakan sehari-hari. Baju laboratorium harus dicuci secara teratur dan berhati bila telah terkontaminasi.

  9. Jangan memanaskan, mencampur, menuang atau mengocok bahan kimia dekat wajah dan tubuh sendiri ataupun orang lain.

  10. Jangan mengambil larutan menggunakan mulut, selalu gunakan filer pipet.

  11. Berhati-hati terhadap asam dan basa kuat khusunya bila dipanaskan dan jangan pernah menambah air ke asam atau basa pekat.

  12. Bahan-bahan yang menghasilkan gas yang berbahaya harus ditangani di lemari asam dan menggunakan sarung tangan pelindung. Bahan-bahan tersebut antara lain adalah halida fosfor, brom, semua klorida asam, anhidrida asam, asam nitrat berasap, larutan amonia pekat, cairan amonia, belerang dioksida.

  13. Bahan-bahan kimia yang telah di ambil tidak boleh dikembalikan ke dalam botol stok dan jangan membuang pelarut ke wadah yang telah disediakan terutama bahan-bahan organik. Untuk bahan-bahan yang lain dibuang sesuai petunjuk pembimbing.

  14. Jangan pernah memanaskan cairan organik meskipun sedikit atau dekat api. Selalu gunakan penangas air atau penangas minyak atau mantel pemanas listrik. Bila bekerja dengan eter, petroleum eter dan karbon disulfida diperlukan perhatian khusus karena bersifat volatil dan mempunyai titik nyala yang rendah, sehingga harus dipastikan tidak ada nyala api atau sumber api.

  15. Jangan memanaskan cairan atau larutan terutama cairan organik ditempat yang terbuka. Jika ingin dipanaskan harus menggunakan kondensor yang dapat disusun sebagai refluks atau destilasi. Untuk semua cairan organik jangan pernah menguapkan ke udara.

  16. Jangan pernah memanaskan sistem tertutup karena dapat terjadi ledakan.

  17. Beberapa pelarut misalnya eter dan hidrokarbon dapat membentuk peroksida yang eksplosif secara spontan waktu disimpan. Destilasi pelarut yang mengandung peroksida sangat berbahaya, sebab residu peroksida dapat meledak dengan hebat bila dipanaskan. Oleh karena itu pelarut seperti ini tidak boleh diuapkan atau didestilasi.

Ikatan Logam, Sifat-Sifat Logam dan Alloy

Ikatan Logam dan sifat-sifat Logam

Logam atau metal mememiliki beberapa karakter umum yaitu wujud padat, menunjukkan kilap, massa jenis tinggi, titik didih dan titik lebur tinggi, konduktor panas dan listrik yang baik, kuat atau keras namun mudah dibentuk misalnya dapat ditempa (malleable) dan direnggangkan (ductile).

Walaupun demikian terdapat beberapa sifat yang menyimpang misalnya raksa pada suhu kamar merupakan satu-satunya logam yang berwujud padat dan hingga saat ini belum diketahui mengapa raksa berwujud cair. Selain itu titik leleh beberapa unsur logam sangat rendah yaitu Hg, Cs dan Rb dengan titik didih berturut-turut adalah -38,83 °C, 29°C dan 39°C dan Li dan K memiliki massa jenis yang rendah yaitu 0,534 dan 0,86 g/mL.

Emas, perak dan platina disebut logam mulia, sedangkan emas, tembaga dan perak sering disebut sebagai logam mata uang, karena ketiga unsur ini dipadukan untuk membuat koin-koin mata uang. Dikatakan sebagai logam mulia karena ketiga logam ini sukar teroksidasi dengan sejumlah besar pereaksi.

Selain dikenal logam mulia dikenal pula logam berat (heavy metal) adalah logam dengan massa jenis lima atau lebih, dengan nomor atom 22 sampai dengan 92. Raksa, kadmium, kromium dan timbal merupakan beberapa contoh logam berat. Logam-logam berat dalam jumlah yang banyak artinya melebihi kadar maksimum yang ditetapkan, sangat berbahaya bagi kesehatan manusia karena dapat menyebabkan kanker (bersifat karsinogen).

 

Ikatan Logam

Berdasarkan sifat umum logam dapat disimpulkan bahwa ikatan logam ternyata bukan merupakan ikatan ion maupun ikatan kovalen. Ikatan logam didefinisikan berdasarkan model awan elektron atau lautan elektron yang didefinisikan oleh Drude pada tahun 1900 dan disempunakan oleh Lorents pada tahun 1923.

Berdasarkan teori ini, logam di anggap terdiri dari ion-ion logam berupa bola-bola keras yang tersusun secara teratur, berulang dan disekitar ion-ion logam terdapat awan atau lautan elektron yang dibentuk dari elektron valensi dari logam terkait.

Awan elektron yang terbentuk berasal dari semua atom-atom logam yang ada. Hal ini disebabkan oleh tumpang tindih (ovelap) orbital valensi dari atom-atom logam (orbital valensi = orbital elektron valensi berada). Akibatnya elektron-elektron yang ada pada orbitalnya dapat berpindah ke orbital valensi atom tetangganya. Karena hal inilah elektron-elektron valensi akan terdelokaslisasi pada semua atom yang terdapat pada logam membentuk awan atau lautan elektron yang bersifat mobil atau dapat bergerak.

 

Dari teori awan atau lautan elektron ikatan logam didefinisikan sebagai gaya tarik antara muatan positif dari ion-ion logam (kation logam) dengan muatan negatif yang terbentuk dari elektron-elektron valensi dari atom-atom logam. Jadi logam yang memiliki elektron valensi lebih banyak akan menghasilkan kation dengan muatan positif yang lebih besar dan awan elektron dengan jumlah elektron yang lebih banyak atau lebih rapat. Hal ini menyebabkan logam memiliki ikatan yang lebih kuat dibanding logam yang tersusun dari atom-atom logam dengan jumlah elektron valensi lebih sedikit.

 

Misalnya logam magnesium yang memiliki 2 elektron valensi. Berdasarkan model awan elektron, logam aluminium dapat dianggap terdiri dari ion Al2+ yang tersusun secara teratur, berulang dan disekitarnya terdapat awan atau lautan elektron yang dibentuk dari elektron valensi magnesium, seperti pada Gambar.

 

clip_image002

Gambar Model awan elektron dari lagom magnesium

 

Logam dapat dapat ditempa, direntangkan, tidak rapuh dan dapat dibengkokkan, karena atom-atom logam tersusun secara teratur dan rapat sehingga ketika diberi tekanan atom-atom tersebut dapat tergelincir di atas lapisan atom yang lain seperti yang ditunjukan pada Gambar.

clip_image004

Gambar perpindahan atom pada suatu logam ketika diberi tekanan atau ditempa

 

Dari gambar menjelaskan mengapa logam dapat ditempa ataupun direntangkan, karena pada logam semua atom sejenis sehingga atom-atom yang bergeser saat diberi tekanan seolah-olah tetap pada kedudukan yang sama.

Keadaan ini berbeda dengan ikatan ionik. Dalam kristal ionik, gaya pengikatnya adalah gaya tarik antar ion yang bermuatan positif dengan ion yang bermuatan negatif. Sehingga ketika kristal ionik diberi tekanan akan terjadi pergeseran ion positif dan negatif yang dapat menyebabkan ion positif berdekatan dengan ion positif dan ion negatif dengan ion negatif. Keadaan ini mengakibatkan terjadi gaya tolak antar ion-ion sejenis sehingga kristal ionik menjadi retak kemudian pecah.

 

Titik Didih dan Titik Lebur Logam

Titik didih dan titik lebur logam berkaitan langsung dengan kekuatan ikatan logamnya. Titik didih dan titik lebur logam makin tinggi bila ikatan logam yang dimiliki makin kuat. Dalam sistem periodik unsur, pada satu golongan dari atas kebawah, ukuran kation logam dan jari-jari atom logam makin besar.

Hal ini menyebabkan jarak antara pusat kation-kation logam dengan awan elektronnya semakin jauh, sehingga gaya tarik elektrostatik antara kation-kation logam dengan awan elektronnya semakin lemah. Hal ini dapat dilihat pada titik didih dan titik lebur logam alkali.

Logam

Jari-jari atom logam (pm)

Kation logam

Jari-jari kation logam (pm)

Titik lebur (°C)

Titik didih (°C)

Li

157

Li+

106

180

1330

Na

191

Na+

132

97,8

892

K

235

K+

165

63,7

774

Rb

250

Rb+

175

38,9

688

Cs

272

Cs+

188

29,7

690

 

Daya Hantar Listrik Logam

Sebelum logam diberi beda potensial, elektron valensi yang membentuk awan elektron bergerak ke segala arah dengan jumlah yang sama banyak. Apabila pada logam diberi beda potensial, dengan salah satu ujung logam ditempatkan elektroda positif (anoda) dan pada ujung yang lain ditempatkan ujung negatif (katoda), maka jumlah elektron yang bergerak ke anoda lebih banyak dibandingkan jumlah elektron yang bergerak ke katoda sehingga terjadi hantaran listrik.

a

Daya Hantar Panas Logam

Berdasarkan model awan elektron, apabila salah satu ujung dari logam dipanaskan maka awan elektron ditempat tersebut mendapat tambahan energi termal. Karena awan elektron bersifat mobil, maka energi termal tersebut dapat ditransmisikan ke bagian-bagian lain dari logam yang memiliki temperatur lebih rendah sehingga bagian tersebut menjadi panas.

 

Kilap Logam

Permukaan logam yang bersih dan halus akan memberikan kilap atau kilau (luster) tertentu. Kilau logam berbeda dengan kilau unsur nonlogam. Kilau logam dapat dipandang dari segala sudut sedangkan kilau nonlogam hanya dipandang dari sudut tertentu.

Logam akan tampak berkilau apabila sinar tampak mengenai permukaannya. Hal ini disebabkan sinar tampak akan menyebabkan terjadinya eksitasi elektron-elektron bebas pada permukaan logam.

Eksitasi elektron yaitu perpindahan elektron dari keadaan dasar (tingkat energi terendah) menuju ke keadaan yang lebih tinggi (tingkat energi lebih tinggi). Elektron yang tereksitasi dapat kembali ke keadaan dasar dengan memantulkan energi dalam bentuk radiasi elektromagnetik. Energi yang dipancarkan inilah yang menyebabkan logam tampak berkilau.

 

Aloi atau Alloy

Logam-logam selalu dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya rangka jendela, peralatan-peralatan rumuh tangga, rangka pesawat maupun maupun bahan lain yang menggunakan logam. Bahan-bahan logam tersebut bukan hanya dibuat dari satu jenis unsur logam tetapi telah dicampur atau ditambah dengan unsur-unsur lain yang disebut aloi atau sering disebut lakur atau paduan.

Aloi terbentuk apabila leburan dua atau lebih macam logam dicampur atau leburan suatu logam dicampur dengan unsur-unsur nonlogam dan campuran tersebut tidak saling bereaksi serta masih menunjukan sifat sebagai logam setelah didinginkan.

Aloi dibagi menjadi dua macam yaitu aloi selitan dan aloi substitusi. Disebut aloi selitan bila jari-jari atom unsur yang dipadukan sama atau lebih kecil dari jari-jari atom logam. Sedangkan aloi substitusi terbentuk apabila jari-jari unsur yang dipadukan lebih besar dari jari-jari atom logam.

 

 

Baca Juga :

  1. Mengapa Raksa Berupa Cairan pada suhu kamar

  2. Mengapa Kau Hancurkan Bumi KITA Dengan NUKLIRMU?

  3. amankah, mengkonsumsi makanan kalengan yang dipanaskan pada kemasannya

  4. NiTiNOL dan AlNiKo : Aloi Yang Memiliki Ingatan dan magnet parmanen

  5. pesawat luar angkasa ternyata dilapisi emas

KINETIKA HALOGENASI ASETON DENGAN KATALISATOR ASAM

A. Tujuan Percobaan

Menentukan persamaan laju reaksi iodisasi aseton dalam suasan asam.

B. Dasar Teori

Laju suatu reaksi aA + bB à cC dapat dinyatakan sebagai –d[A]/dt, -d[B]/dt ataupun +d[C]/dt. Laju reaksi tergantung pada konsentrasi pereaksi maupun hasil reaksi yang dinyakan dalam suatu hukum atau persamaan laju. Persamaan laju reaksi secara sederhana dapat dituliskan:

-d[A]/dt = k[A]x[B]y ……………………………. (1)

Dimana x dan y berturut-turut adalah orde reaksi terhadap A dan B. Secara pendekatan, laju reaksi dapat dinyatakan -∆[A]/∆t. Penentuan makin teliti jika ∆t makin kecil. Persamaan atau hukum laju reaksi dari suatu reaksi tak dapat diramalkan dari persamaan stoikiometrinya, tetapi harus ditentukan melalui eksperimen. Dari bentuk hukum ini seringkali dapat diperoleh informasi tentang mekanisme reaksi.

Stoikiometri reaksi halogenasi aseton, misalnya bromisasi dapat dituliskan sebagai berikut:

CH3-CO-CH3 + Br2  CH3-CO-CH3Br + Br + H+

Dari percobaan diperoleh fakta-fakta sebagai berikut:

1. Kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi H+ (dalam suasana asam) atau dalam suasana basa laju reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi OH.

2. Dalam suasana asam sebagai hasil reaksi diperoleh juga H+ sehingga dalam larutan yang tidak di buffer kecepatan awal reaksi (pada saat kurang dari 10% pereaksi telah bereaksi) akan terus bertambah selama reaksi berlangsung.

3. Kecepatan halogenasi aseton juga bergantung pada konsentrasi aseton, tetapi tidak tergantung pada konsentrasi halogen kecuali saat konsentrasi halogen yang sangat tinggi.

4. Kecepatan raksi halogenasi aseton ini tidak tergantung pada jenis halogen.

Berdasarkan fakta-fakta di atas melalui pendekatan penentuan persamaan laju reaksi, diperoleh persamaan:

d[P]/dt = k [A][H+] ………………….. (2)

Hasil pendekatan ini sesuai dengan hasil pengamatan bahwa reaksi keseluruhan masing-masing berorde satu terhadap aseton dan asam tetapi tidak tergantung pada konsentrasi halogen.

Penentuan persamaan laju reaksi iodisasi aseton dalam suasana asam ini digunakan metode spektrofotometri, dimana laju reaksi diikuti dengan mengukur laju perubahan konsentrasi iodin dengan spektrofotometer. Absorbansi larutan diusahakan antara 0,7 hingga 0,2 dengan memilih panjang gelombang yang sesuai. Dalam mereaksikan reaktan, larutan aseton dicampur terlebih dahulu dengan HCl, dan kemudian ke dalam campuran ini ditambahkan larutan iodin sesuai dengan skema berikut.

No.

Vol. aseton

Vol. HCl

Vol. I2

ΔA tiap t tertentu

1.

2.

Dst.

    C. Peralatan yang Digunakan

  • Spectronic 20

  • Tabung reaksi

  • Pipet 5 ml

  • Pipet ukur 2 ml

  • Gelas kimia

  • Labu takar

  • Stop watch

       

    D. Bahan yang Digunakan:

      Larutan aseton 3 M

  • Larutan HCl 0,3 M

  • Larutan I2 0,015 M

  • Larutan KI 0,01 M (untuk pengenceran larutan I2)

       

    E. Rangkaian Alat

    clip_image002

    Keterangan Gambar:

    1. tempat kuvet                   7. tombol untuk mencetak

    2. display digital                  8. pengatur panjang gelombang

    3. mode indikator                9. pengatur transmitan/absorbans (100%T / 0 A)

    4. mode pilihan                  10. tombol power/pengatur nol

    5. tombol pengurangan        11. pengatur filter

    6. tombol menaikkan

     

    F. Langkah Kerja.

  1. Tentukan dulu λ maksimum (sekitar 530 nm), dengan mengukur absorbansi larutan I2 sebagai fungsi λ.

  2. Tentukan dulu jumlah masing-masing pereaksi pada percobaan ini sehingga untuk satu kelompok “run” percobaan hanya ada satu pereaksi yang konsentrasinya dalam campuran bervariasi. Dengan demikian maksimum ada dua belas “run”. Volume total pereaksi 25 – 40 mL dan diambil tetap. Misal untuk “run” 1 s/d 4 diambil volume aseton bervariasi, “run” 5 s/d 8 diambil volume HCl bervariasi dan untuk “run” 9 s/d 12 diambil volume I2 bervariasi.

  3. Sesuai dengan tabel yang dibuat, campurkan aseton, asam dan akuadest di dalam gelas kimia 50 ml.

  4. Isikan larutan iodium dalam tabung reaksi dan tuangkan ke dalam gelas kimia yang berisi aseton dan HCl tadi. Pada saat dituangkan jalankan stop watch.

  5. Segera aduk dan tuangkan campuran ke dalam sel untuk diukur absorbansinya secepat mungkin (kurang dari 1 menit) pada panjang gelombang yang sesuai.

  6. Catat absorban dan waktu yang tercatat pada stopwatch (A1 dan t1), (biarkan kuvet tetap dalam spektrofotometer dan stopwatch tetap berjalan).

  7. Pengamatan absorban dan waktu berikutnya dapat dilakukan, setelah absorban berkurang 0,1; pada saat itu hentikan stop watch. Catat absorban dan waktu yang tercatat pada stopwatch (A2 dan t2).

  8. Ulangi langkah 3 s/d 7 untuk variasi konsentrasi aseton, asam, dan iodium sesuai dengan tabel yang saudara susun.

     

G. Data Pengamatan

No.

Vol. Aseton

Vol. HCl

Vol H2O

Vol. I2

absorban

waktu

A1

A2

t1

t2

1.

2.

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

    H. Analisis Data.

    Sesuai dengan hukum Lambert-Beer, A = a.b.c., nilai perubahan absorbansi berbanding lurus dengan perubahan konsentrasi, sehingga laju reaksi r = ΔA/Δt .

    Untuk konsentrasi asam dan I2 tetap, diperoleh persamaan:

    r = k [A]x

    ln r = ln k + x ln [A]

    Dengan cara mengalurkan grafik ln r versus [A] harga kdan x dapat ditentukan.

    I. Pertanyaan.

       

  1. Turunkan persamaan dan cara yang digunakan untuk membuktikan bahwa suatu reaksi secara keseluruhan berorde dua.

  2. Selain dengan spektrofotometer, laju reaksi dapat ditentukan dengan cara titrasi volumetri. Terangkan cara tersebut.

       

    Daftar Pustaka

    Atkins, P.W. 1986. Physical Chemistry. 3rd edition. Oxford: Oxford University Press.

    Castelan, G.W. 1983. Physical Chemistry. 3rd edition. Amsterdam: Addison Wesley Publishing Company

    Day, R.A. Jr and Underwood,A.L. , 1986, Kimia Analisis Quantitatif, Jakarta:Erlangga.

    Laidler, Keith, J., dan Meisler, John H. 1982. Physical Chemistry. California: The Benjamin/Cuming Publishing Company, Inc

Kenapa Berpelukan Bikin Orang Merasa Lebih Baik?

Belaian, sentuhan dan pelukan diketahui bisa mengurangi stres dan menghilangkan rasa sakit. Bagaimana pelukan bisa membuat seseorang merasa lebih baik?

image

Peneliti menunjukkan memegang tangan orang yang dicintai bisa mengurangi rasa sakit dan juga stres atau tekanan. Peneliti dari University of California mengungkapkan bagi perempuan, sentuhan atau melihat orang yang dicintainya bisa menjadi anestesi tersendiri baginya. Bahkan foto orang yang dicintai sudah cukup berpengaruh.

Dalam studi ini peneliti melibatkan 25 relawan yang kebanyakan mahasiswa dan memiliki hubungan yang baik dengan pacarnya minimal 6 bulan.

Hasil studi menunjukkan perempuan yang diberikan sedikit rasa panas seperti terbakar, akan berkurang ketidaknyamanannya dengan cara melihat foto pacarnya. Efek anestesi serupa juga ditemukan jika seseorang berpegangan tangan dengan pasangannya ketika ada rangsangan rasa panas yang agak menyakitkan.

Selain itu diketahui rasa nyeri yang timbul akan lebih sedikit terasa ketika seseorang memegang tangan atau memeluk orang yang dicintai atau dipercayainya, dibandingkan dengan memegang tangan orang lain atau bola.

Hasil ini juga sekaligus menjelaskan mengapa seorang ibu bisa memberikan kenyamanan yang baik untuk anaknya dengan memberikan pelukan atau menciumnya, seperti dikutip dari Telegraph.

image

Beberapa pengobatan penyakit fisik memasukkan pelukan sebagai salah satu bantuan, karena sentuhan yang terjadi bisa merangsang ujung saraf sehingga membantu mengurangi rasa sakit yang membuat pasien merasa lebih baik.

Terapi sentuh diakui bisa membantu proses penyembuhan karena dapat menimbulkan kenyamanan dan melepaskan hormon oksitosin. Sentuhan digunakan untuk membantu menghilangkan rasa sakit, depresi, kecemasan serta membantu bayi prematur untuk terus tumbuh dan berkembang.

image

Memeluk bisa memberikan emosi positif yang membuat orang merasa lebih baik karena memiliki efek menenangkan dan juga mengurangi kadar stres. Hal ini juga berlaku jika seseorang memeluk binatang kesayangannya.

Sumber : health.detik.com

 

Baca Juga :

ANALISA PENDAHULUAN SUATU DETERJEN

A. Tujuan

Pada analisis pendahuluan ini akan dilakukan:

1. Pengamatan secara fisik dari suatu surfaktan dalam keadaan terlarut (warna, bau, pH dan indeks bias).

2. Penentuan jenis surfaktan (anionic, kationik, dan non ionic).

3. Tes pemanasan dan tes peleburan dengan natrium yang dilanjutkan dengan analisis kualitatif terhadap Na, K, S, SO42-, dan Fe

 

B. Dasar Teori

Deterjen merupakan salah satu jenis surfaktan yang larut dalam air. Deterjen yang diperdagangkan biasanya berupa campuran dari berbagai bahan. Bahan yang sama dari pabrik yang berbeda dengan nama Kimia yang sama, tidak jarang memiliki sifat fisik dan Kimia yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh karena:

1. Variasi komposisi bahan dasar untuk pembuatan deterjen tersebut diperoleh dari sumber yang berbeda.

2. Proses pembuatan yang umumnya tidak sama. Secara umum surfaktan yang larut dalam air terbagi menjadi 4 golongan, yaitu:

a. Surfaktan kationik (bermuatan positif).

b. Surfaktan anionik (bermuatan negatif).

c. Surfaktan nonionik (tak terionisasi).

d. Surfaktan amfoter (muatan positif/negatif tergantung pH).

 

Cara analisis suatu surfaktan dapat dilakukan dengan cara fisika maupun cara kimia atau gabungan dari keduanya. Keadaan fisik dari surfaktan dalam keadaan terlarut, merupakan informasi pertama yang dapat diperoleh.

Data mengenai warna, bau, pH, dan indeks bias tidak jarang dapat mengarahkan atau melengkapi data analisis selanjutnya. Analisis surfaktan dengan cara kimia dapat merupakan analisis penggolongan surfaktan, penentuan gugus-gugus yang terdapat di dalamnya, penentuan untusur-unsur yang dikandungnya dan sebagainya.

Untuk menentukan jenis surfaktan dikenal beberapa cara pengujian sederhana, antara lain:

1. Tes anionik (test wheatherburn)

Pengujian ini didasarkan atas pembentukan garam yang larut dalam kloroform dari reaksi metilen biru dan surfaktan anionik. Terjadinya pembentukan garam (reaksi positif) ditandai oleh warna biru yang lebih kuat pada lapisan kloroform daripada lapisan air. Sabun, asam amino berantai panjang, dan betaine memberikan hasil negatif. Surfaktan non ionik dan garam-garam anorganik tidak mengganggu test ini.

 

2. Tes kationik (kortlandt dan Dammers)

Pengujian berdasarkan pada sifat surfaktan kationik yang dapat bereaksi dengan zat warna yang bersifat asam. Dalam hal ini zat warna merupakan indikator. Zat warna yang biasa dipakai adalah biru bromfenol dalam buffer natrium asetat dengan pH 3,6 – 3,9.

Timbulnya warna biru langit pada campuran 10 mL reagen zat warna dengan 2-5 tetes surfaktan pada pH = 7 menunjukkkan surfaktan yang dianalisis adalah surfaktan kationik. Dengan tes ini semua jenis surfaktan kationik termasuk kuartener dan non kuartener akan memberikan warna biru muda dengan fluoresensi ungu. Surfaktan non ion tidak mengganggu, sedangkan amina berantai pendek memberikan hasil negatif.

 

3. Tes elektrolisis (cara Goldstein)

Pengujian ini bersifat umum, adanya endapan organik pada anoda menunjukkan surfaktan anionik dan bila endapan organik terjadi pada katoda menunjukkan surfaktan kationik.

Untuk analisis kulaitatif penentuan unsur-unsur yang terkandung di dalam suatu surfaktan dapat dilakukan dengan peleburan tes natrium.

Na + (C, H, O, N, S, P, Cl, Br, F, I, L) → Na+ + C + H2(g) + OH + CN + SH + PH3(g) + H2PO3– + Cl + Br + I + F + Ln+, dimana L adalah logam.

Adanya phosphor dapat tercium dari bau gas yang keluar (bau phosphine). Dari filtrat peleburan ini selanjutnya dilakukan pengujian-pengujian kualitatif terhadap K, S, SO32-, PO43- dan Fe.

 

C. Alat yang Digunakan.

Refraktometer

1 buah

pH meter

1 buah

Alat elektrolisis

lengkap

Tabung reaksi

10 buah

Pembakara bunsen

lengkap

Cawan porselin

1 buah

Penjepit + tabung reaksi kecil (soft glass)

1 buah

Pipet tetes

D. Bahan yang Digunakan

1. Larutan 5% contoh deterjen

2. Larutan metilen biru yang mengandung 0,03 gr metilen biru, 12 gr asam sulfat pekat, dan 50 gr natrium sulfat per liter larutan

3. Kloroform

4. Larutan biru bromofenol dalam buffer Na-asetat dengan pH 3,6-3,9

5. Logam natrium

6. larutan H2O2 30%

7. Pereaksi Zn-uranil asetat

8. Pereaksi Na-kobalt nitrit

9. HNO3 pekat

10. Larutan amonium molibdat

11. Larutan Na-nitroprusida

12. Larutan BaCl2 0,1 M

13. larutan KSCN

14. Larutan HCl 1 M

15. Lakmus merah dan lakmus biru

E. Langkah Kerja

1. Periksa warna dan bau larutan contoh deterjen yang akan dianalisis, kemudian tentukan pH dan indeks biasnya.

 

2. Tes anionik

Ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 mL larutan metilen biru, tambahkan pula 5 mL kloroform. Kocok campuran selama beberapa detik, lalu amati pada lapisan mana warna biru yang paling kuat.

 

3. Tes kationik

Ke dalam tabung reaksi, masukkan 10 mL larutan 0,002% biru bromofenol dalam buffer Na-asetat pH 3,6 – 3,9. Kemudian teteskan 2 – 5 tetes larutan deterjen 1% dengan pH 7. Kocok dan amati warna larutan.

 

4. Tes elektrolisis

Melalui dua buah elektroda tembaga, alirkan arus searah dengan tegangan 10 volt ke dalam larutan contoh deterjen 1% selama 10 – 15 menit. Amati apakah pada salah satu elektroda terjadi endapan organik.

 

5. Tes Pemanasan.

Panaskan ± 1 gram larutan deterjen, mula-mula dengan api kecil kemudian dengan api kuat. Periksa gas yang keluar dengan lakmus merah dan dengan lakmus biru yang basah. Lanjutkan pemanasan sampai hampir semua zat organik habis.

lalu dinginkan dan tambahkan beberapa tetes H2O2 30%, kemudian panaskan kembali beberapa saat. Sesudah dingin tambahkan beberapa tetes asam nitrat pekat dan panaskan lagi. Larutkan residu dalam 1 mL air. Periksa larutan residu terhadap Na, K, S, SO42-, PO43-, dan Fe. Uji Na memakai tes nyala, sedangkan uji yang lain lihat langkah kerja 6.

 

6. Tes Peleburan Natrium.

Masukkan ± 0,5 gram logam natrium ke dalam tabung reaksi kecil (soft glass), lalu panaskan perlahan-lahan samapai timbul asap hitam. Dinginkan lalu tambahkan 2-3 tetes larutan contoh deterjen, kemudian panaskan dengan kuat sampai pijar. Masukkan tabung yang masih pijar ke dalam 10 mL air dan panaskan beberapa saat, lalu saring. Analisis filtrat dengan pengujian terhadap K, S, SO42-, P, dan Fe sebagai berikut:

 

Uji K:

2 tetes filtrat ditambahkan pereaksi Na-kobalt nitrit. Adanya K ditandai dengan endapan kuning

Uji P:

2 tetes filtrat ditambah 2 tetes asam nitrat pekat dan 2 tetes amonium molibdat. Adanya P ditandai dengan endapan kuning.

Uji S:

2 tetes filtrat ditambah dengan 2-5 tetes Na-nitroprusida. Bila timbul warna merah berarti ada S.

Uji SO42-:

2 tetes filtrat ditambah larutan BaCl2, bila terjadi endapan putih tambahkan HCl 1 M. Adanya SO42- ditandai oleh endapan putih yang tidak larut dalam asam.

Uji Fe:

2 tetes filtrat ditambah setetes larutan KSCN. Adanya Fe ditandai dengan timbulnya warna merah.

F. Data Pengamatan

 

1. Pengamatan secara fisik

No.

Jenis larutan 5% deterjen

Pengamatan secara fisik

warna

bau

pH

indeks bias

1.

2.

3.

4.

2. Tes Anionik

No.

Larutan metilen biru

5 mL Lar. deterjen 1%

Kloroform

Warna lapisan deterjen

Warna lapisan kloroform

1.

10 mL

5 mL

2.

10 mL

5 mL

3.

10 mL

5 mL

4.

10 mL

5 mL

3. Tes Kationik

No.

Larutan biru bromofenol

Larutan deterjen 1%

Warna Larutan

1.

10 mL

5 tetes

2.

10 mL

5 tetes

3.

10 mL

5 tetes

4.

10 mL

5 tetes

4. Tes Elektrolisis

No.

Larutan deterjen 1%

Lama elektrolisis

Ada/tidak endapan organik

Katoda

Anoda

1.

….. menit

2.

….. menit

3.

….. menit

4.

….. menit

5. Tes Pemanasan

No.

1 gram deterjen

Sifat asam-basa gas

Uji Na

Uji K

Uji S

Uji SO42-

Uji PO43-

Uji Fe

1.

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

2.

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

3.

……. ……

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

4.

……. …….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

6. Tes Peleburan Natrium

No.

2-3 tetes lar. deterjen 5%

Uji K

Uji P

Uji S

Uji SO42-

Uji Fe

1.

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

2.

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

3.

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

4.

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

…….

    G. Analisis Data

  1. Susun data lengkap hasil analisis contoh deterjen yang saudara periksa.

  2. Tentukan jenis deterjen dan unsur/gugus apa saja yang terkandung di dalamnya. Perkirakan kemungkinan penggunaan jenis deterjen tersebut. Jelaskan jawaban saudara.

 

    H. Pertanyaan.

  1. Apa perbedaan antara sabun biasa dan deterjen. Sebutkan masing-masing kelebihan dan kekurangannya sebagai bahan pencuci.

  2. Sebutkan jenis-jenis bahan yang biasa terdapat dalam suatu deterjen dan apa peranan masing-masing bahan tersebut.

  3. Jenis ikatan apa saja yang dapat terjadi antara kotoran dan kain?

  4. Apakah arti sabun keras dan sabun lunak?

 

Daftar Pustaka

Rosen M.J., Goldsmith. 1960. Systematic Analysis of Surface Active Agents. New York: Interscience Publ. Inc.

 

Agar Lebih Rapi, File artikel ini silakan download disini….!!!!

 

TEORI VSEPR DAN GEOMETRI MOLEKUL

Geometri molekul atau sering disebut struktur molekul atau bentuk molekul yaitu gambaran tiga dimensi dari suatu molekul yang ditentukan oleh jumlah ikatan dan besarnya sudut-sudut yang ada disekitar atom pusat.

Perlu ditekankan istilah molekul hanya berlaku untuk atom-atom yang berikatan secara kovalen. Karena hal inilah, istilah geometri molekul hanya ditujukan pada senyawa kovalen ataupun ion-ion poliatomik.

Di dalam sebuah molekul atau ion poliatom terdapat atom pusat dan substituent-substituen. Substituent yang ada terikat pada atom pusat. Substituent-substituen ini dapat berupa atom (misalnya Br atau H) dan dapat pula berupa gugus (misalnya NO2).

Terkadang sulit untuk menentukan atom pusat dari suatu molekul atau ion poliatomik. Berikut beberapa cara yang dapat digunakan untuk menentukan atom pusat yaitu sebagai berikut.

1. Atom pusat biasanya ditulis di awal rumus formulanya.

2. Atom pusat biasanya atom yang lebih elektropositif atau kurang elektronegatif.

3. Atom pusat biasanya atom yang memiliki ukuran lebih besar dari atom atau susbstituen-substituen yang ada. H ukuran paling kecil sehingga tidak pernah berlaku sebagaia atom pusat.

Contoh

BeCl2 atom pusatnya adalah Be

NH3 atom pusatnya adalah N

Elektron valensi atom pusat yang digunakan pada pembentukan senyawa kovalen terkadang digunakan untuk membentuk ikatan kadang tidak digunakan. Elektron yang tidak digunakan ditulis sebagai pasangan elektron bebas (PEB), sedangkan elektron yang digunakan dalam pembentukan ikatan ditulis sebagai pasangan elektron ikatan (PEI). Selain PEB dan PEI pada atom pusat dapat pula terdapat elektron tidak berpasangan seperti pada molekul NO2.

Dalam suatu molekul elektron-elektron tersebut saling tolak-menolak karena memiliki muatan yang sama. Untuk mengurangi gaya tolak tersebut atomatom yang berikatan membentuk struktur ruang tertentu hingga tercapai gaya tolak yang minimum. Akibat yang ditimbulkan dari tolakan yang yang terjadi yaitu mengecilnya sudut ikatan dalam molekul. Urutan gaya tolak dimulai dari gaya tolak yang terbesar yaitu sebagai berikut.

1. Gaya tolak antar sesama elektron bebas (PEB vs PEB)

2. Gaya tolak antara pasangan elektron bebas dengan elektron ikatan (PEB vs PEI)

3. Gaya tolak antar pasangan elektron ikatan (PEI vs PEI).

 

Teori yang digunakan untuk mempelajari gaya tolak antar sesama elektron valensi disebut teori VSEPR (Valence Shell Electron Pair Repulsion) yang dikembangkan oleh Gillespie dan Nylholm sehigga sering disebut sebagai teori Gillespie-Nylholm. Dengan teori ini ternyata struktur ruang suatu senyawa dapat ditentukan dengan memperhatikan elektron bebas dan elektron ikatan dari senyawa yang bersangkutan.

Awal perkembangan teori VSEPR, pada tahun 1963 berdasarkan ide-ide yang kembangkan oleh Sidwick dan Powell, Gillespie memberi ceramah tentang teori VSEPR dalam suatu pertemuan yang di adakan oleh American Chemical Society (ACS).

Setelah memberi ceramah ia ditantang oleh perserta ceramah yang lain yaitu Rundle. Rundle menyatakan teori VSEPR terlalu “naive” dan satu-satunya cara pendekatan dalam meramalkan bentuk molekul adalah teori orbital molekul. Setelah mengadakan diskusi yang cukup panjang Gillespie menantang Rundle meramal bentuk molekul dari ksenon fluorida (XeF6) yang pada saat itu baru saja disintesis oleh Malm dan rekan-rekannya.

Berdasarkan terori orbital molekul, Rundle menyatakan bentuk molekul XeF6 adalah oktahedral normal. Sedangkan Gillespie berdasarkan teori VSEPR menyatakan bentuk molekul XeF6 adalah oktahedral terdistorsi.

Berdasarkan hasil eksperimen metode spektroskopi inframerah terhadap XeF6 yang dilakukan oleh Bartell diperoleh fakta bahwa bnetuk molekul XeF6 adalah oktahedral terdistorsi yang diramalkan Gillespie. Sejak saat itu teori VSEPR menjadi terkenal dan Bartell menyatakan “The VSEPR model some capture the essence of molecular behaviour” .

 

Beberapa Bentuk Molekul Berdasarkan Teori VSEPR

Pada penentuan struktur ruang molekul-molekul berdasarkan teori VSEPR umumnya atom pusat atom pusat dilambangkan dengan A, jumlah atom yang diikat atau jumlah pasangan elektron ikatan (PEI) dilambangkan dengan X dan pasangan elektron bebas atom pusat dilambangkan dengan E. Berbagai struktur ruang molekul dapat dilihat pada Tabel.

Nama

Sudut ikatan

Jumlah PEI (X)

Jumlah PEB (E)

Rumus (AXnEm)

Bentuk Molekul

Contoh senyawa

Linear

180

2

0

AX2

clip_image001

CO2

Trigonal planar

120

3

0

AX3

clip_image002

BF3

Planar huruf V

2

1

AX2E

clip_image004

SO2

Tetrahedral

4

0

AX4

clip_image005

CH4

Piramida trigonal

3

1

AX3E

clip_image006

NH3

Planar bentuk V

2

2

AX2E2

clip_image007

H2O

Bipiramida trigonal

5

0

AX5

clip_image009

PCl5

Bipiramida trigonal

4

1

AX4E

clip_image011

SF4

Planar bentuk T

3

2

AX3E2

clip_image013

ClF3

Linear

2

3

AX2E3

clip_image015

XeF2

Oktahedral

90

6

0

AX6

clip_image017

SF6

Piramida segiempat

5

1

AX5E

clip_image019

BrF5

Segiempat datar

4

2

AX4E2

clip_image021

XeF4

Keterangan: PEI = pasangan elektron ikatan, PEB = pasangan elektron bebas, A= atom pusat, Xn = jumlah atom yang diikat atom pusat, Em = jumlah pasangan elektron bebas

Pada Tabel di atas, nama bentuk molekul yang diberi huruf tebal merupakan bentuk molekul dasar karena semua elektron valensi atom pusat digunakan untuk membentuk ikatan.

Jika terdapat elektron yang tidak digunakan untuk membentuk ikatan atau elektron bebas ditunjukan dengan garis putus-putus kemudian dua titik yang menyatakan pasangan elektron bebas.

 

LANGKAH-LANGKAH MERAMAL BENTUK MOLEKUL

Langkah-langkah yang digunakan untuk meramal struktur molekul tidak berbeda jauh dengan langkah-langkah yang digunakan untuk menggambar struktur Lewis suatu molekul atau ion poliatomik. Langkah-langkah yang digunakan untuk meramal bentuk molekul sebagai berikut.

1. Menentukan atom pusat.

2. Tuliskan jumlah elektron valensi dari atom pusat.

3. Menentukan jumlah elektron valensi dari masing-masing substituen jika berupa atom.

4. Satu elektron dari substituen dipasangkan dengan satu elektron dari atom pusat sehingga membentuk pasangan elektron (pasangan elektron ikatan, PEI). Perlu diperhatikan bahwa, bahwa jumlah elektron atom pusat tidak selalu memenuhi kaidah oktet. Jika masih terdapat substituen dan masih terdapat elektron pada atom pusat, maka semuanya harus dipasangkan.

5. Jika semua susbtituen telah dipasangkan dengan elektron atom pusat dan masih terdapat elektron yang tidak berpasangan, maka elektron tersebut tetap ditulis pada atom pusat sebagai elektron bebas atau pasangan elektron bebas (PEB).

6. Jika berupa ion poliatomik, maka setelah semua substituen dipasangkan kurangi elektron jika ion bermuatan positif dan tambahkan elektron jika ion bermuatan positif.

7. Menentukan bentuk molekul serta memperkirakan besarnya sudut-sudut ikatan disekitar atom pusat dengan memperhatikan tolakan-tolakan yang terjadi agar diperoleh bentuk dengan tolakan yang minimum.

 

Contoh berilium klorida, BeCl2

Be sebagai atom pusat memiliki 2 elektron valensi dan Cl sebagai substituen memiliki 7 elektron valensi. Setelah satu elektron valensi dipasangkan dengan satu elektron dari satu atom Be, masih terdapat satu elektron bebas pada atom Be. Oleh sebab itu, 1 elektron tersebut dipasangkan dengan satu elektron dari atom Cl. Setelah semua dipasangkan tidak ada lagi elektron bebas pada atom Be. Agar tolakan minimum maka kedua atom Cl letaknya berlawanan membentuk sudut 180°, seperti pada Gambar.

clip_image023

 

Contoh Boron Trifluorida BF3

Boron sebagai atom pusat memiliki 3 elektron valensi sehingga setelah berikatan dengan 3 atom F maka tidak ada lagi elektron bebas disekitarnya. Agar tolakan pasangan elektron ikatan minimal maka setiap ikatan menata diri mengarah pada pojok-pojok segitiga sama sisi. Bentuk molekul seperti ini disebut trigonal planar dengan sudut ikatan sebesar 120°.

clip_image025

 

Contoh Metana, CH4

clip_image027

Agar keempat PEI tolakan minimal maka letaknya mengarah pada pojok-pojok tetrahedral. CH4 berbentuk tetrahedral normal dengan sudut ikatan H-C-H sebesar 109,5°.

 

Contoh Fosfor(V) Fluorida PF5

clip_image029clip_image031

Lima PEI posisinya `mengarah pada pojok-pojok trigonal bipiramidal. Bentuk PF5 adalah trigonal bipiramidal. Ikatan P-F yang tegak disebut ikatan aksial, sedangkan ikatan P-F yang posisinya mendatar disebut ikatan ekuatorial.

PEI P-F aksial bertolakan dengan 3 PEI P-F ekuatorial dengan sudut ikatan 90° dan PEI P-F aksial yang lain dengan sudut 180°. PEI P-F ekuatorial bertolakan dengan 2 PEI P-F ekuatorial yang lain dengan sudut ikatan 120° dan dengan 2 PEI P-F aksial dengan sudut ikatan 90°.

PEI P-F aksial mempunyai 3 tolakan dengan sudut 90°, sedangkan PEI P-F ekuatorial hanya memiliki 2 tolakan dengan sudut 90°. Karena hal inilah, maka dapat dianggap tolakan yang dialami oleh PEI P-F ekuatorial lebih lemah daripada tolakan yang dialami oleh PEI P-F aksial. Atau dapat dikatakan ikatan ekuatorial lebih longgar daripada posisi aksial.

Tolakan yang dialami oleh PEI P-F aksial akan berkurang apabila PEI aksial menjadi lebih kurus atau lebih ramping. Hal ini dapat dicapai bila ikatan P-F aksial lebih panjang daripada ikatan P-F ekuatorial. Hal ini telah dibuktikan dengan eksperimen bahwa ikatan P-F aksial dalam molekul PF5 lebih panjang dibanding ikatan P-F ekuatorial.

Dalam sebuah molekul yang atom pusanya mengikat susbstituen sama dengan bentuk molekul trigonal bipiramidal, ikatan aksial selalu lebih panjang daripada ikatan ekuatorial.

 

Belerang Heksafluorida, SF6

clip_image033

Agar enam PEI tolakan minimal maka posisi 6 ikatan mengarah pada pojok-pojok oktahedral normal.

 

Iod heptafluorida, IF7

clip_image035

7 PEI posisinya mengarah pada pojok-pojok dari pentagonal bipiramidal agar tolakan antar PEI menjadi minimal.

 

Keterbatasan Teori VSEPR

Seperti teori-teori yang lain, teori VSEPR juga memiliki kelemahan-kelemahan. Beberapa diantaranya sebagai berikut.

Banyak senyawa logam transisi strukturnya tidak dapat dijelaskan menggunakan teori VSEPR. Teori VSPER gagal meramalkan struktur NH3+. Berdasarkan teori VSEPR bentuk molekul NH3+ adalah trigonal bipiramidal dengan sudut ikatan lebih kecil dari 120° (sedut normal untuk atom dengan bilangan koordinasi 3) tetapi lebih besar dari 109,47° (sudut normal untuk atom bilangan koordiansi 4) karena terdapat satu elektron tidak berpasangan pada atom N.

Namun berdasarkan hasil eksperimen ternyata bentuk dari NH3+ adalah segitiga planar dengan sudut ikatan sebesar 120°. Hal ini disebabkan elektron bebas terdistribusi secara merata pada bagian depan belakang atom N. Bentuk trigonal piramidal dan trigonal planar seperti yang ditunjukan pada gambar.

clip_image037

Gambar bentuk molekul trigonal piramidal dan trigonal planar dari NH3+

 

Struktur senyawa halida triatomik dengan logam golongan 2 tidaklah linear pada fase gas seperti yang diprediksi oleh teori VSEPR, melainkan berbentuk tekuk (sudut X-M-X : CaF2, 145°; SrF2, 120°; BaF2, 108°; SrCl2, 130°; BaCl2, 115°; BaBr2, 115°; BaI2, 105°). Gillespie mengajukan bahwa ini disebabkan oleh interaksi ligan dengan elektron pada inti atom logam yang menyebabkan polarisasi atom, sehingga kelopak dalam atom tidaklah simetris berbentuk bola dan memengaruhi geometri molekul.

Teori VSEPR dapat digunakan untuk meramal bentuk molekul dari hidrida-hidrida unsur-unsur pada periode 3 dan 4 seperti H2S, H2Se, PH3, AsH3 dan SbH3, namun gagal meramal besar sudut ikatan yang ada.

Berdasarkan teori VSEPR H2S dan H2Se berbentuk huruf V dengan besar sudut ikatan H-E-H (E=S atau Se) sekitar 104,5°C seperti sudut ikatan H2O. Namun berdasarkan eksperimen diperoleh besar sudut H-E-H mendekati 90° walaupun berbentuk V.

Sedangkan bentuk molekul PH3, AsH3 dan SbH3 berdasarkan teori VSEPR berbentuk trigonal piramidal dengan sudut ikatan H-E-H (E = P, As atau Sb) sekitar 107,3° seperti sudut ikatan NH3. Namun berdasarkan eksperimen diperoleh bahwa besar sudut ikatan H-E-H m,endekati 90° walaupun berbentuk trigonal piramidal.

 

FILE ARTIKEL INI SILAKAN DOWNLOAD DISINI….!!!!!

ARTIKEL YANG DISARANKAN :